KOMENTAR

KEKERASAN Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menjadi isu yang mengkhawatirkan. Tidak hanya terjadi di antara pasangan suami dan istri, namun pada banyak kasus KDRT ini terjadi di hadapan anggota keluarga lain terutama anak.

Anak sering menjadi korban yang terlupakan dalam KDRT. Rumah yang seharusnya menjadi “baiti jannati” berubah menjadi tempat traumatis dan mencekam bagi mereka. Tidak hanya rasa trauma, anak juga dapat mengalami sejumlah dampak psikis saat menyaksikan KDRT.

Apa saja dampak yang mereka rasakan saat menjadi saksi KDRT?

Irma Gustiana Andriani, psikolog anak sekaligus founder Ruang Tumbuh dalam instagram pribadinya @ayankirma menjelaskan beberapa dampak psikis ketika anak menyaksikan KDRT berikut ini.

Kecemasan

Anak yang sering menyaksikan KDRT akan muncul kegelisahan, kekhawatiran, hingga kecemasan yang dapat mengganggunya sehari-hari. Pada balita atau prasekolah yang menyaksikan KDRT akan meningkatkan perilaku tangisan yang intens, rewel, mengisap jempol, bahkan mengompol pascakejadian.

Gangguan stres pascatrauma

Rasa trauma yang ditimbulkan karena menyaksikan KDRT akan menyebabkan perubahan yang signifikan pada otak anak yang sedang berkembang. Perubahan-perubahan tersebut dapat menyebabkan mimpi buruk, perubahan pola tidur, anak menjadi lekas marah, sulit berkonsentrasi dan memiliki kemampuan meniru perilaku kekerasan dari KDRT yang mereka saksikan.

Gangguan fisik/psikosomatik

Konsekuensi ketegangan mental terkadang terlihat dari kesejahteraan fisik yang dirasakan anak. Anak-anak yang menjadi saksi KDRT di usia sekolah sering mengeluhkan sakit fisik seperti sakit kepala dan sakit perut. Pada bayi, risiko yang ditimbulkan lebih parah lagi, mereka dapat mengalami cedera fisik apabila terus menerus berada di situasi KDRT yang dilakukan orangtua.

Perilaku agresif

Pada remaja yang mengalami situasi KDRT akan cenderung berperilaku agresif dan melakukan sejumlah kenakalan remaja sebagai kompensasi emosi yang mereka rasakan, misalnya membolos sekolah, berkelahi, terlibat dalam aktivitas seksual, merokok, mengenal narkotika dan minuman keras, hingga melakukan tindakan yang melanggar hukum.

Depresi

Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang kasar, akan berpotensi tumbuh menjadi seorang dewasa yang depresi. Rasa trauma yang timbul karena menyaksikan KDRT akan membuat mereka mengalami kesedihan, ketakutan, dan gejala depresi lainnya hingga dewasa.

Mengulang pola perilaku KDRT

Merasakan sedih dan sakit serta kecemasan akibat KDRT yang mereka saksikan dapat menimbulkan luka batin yang dalam. Hal-hal buruk yang terekam di dalam ingatan mereka akan berpotensi membuat mereka melakukan tindakan yang sama pada saat dewasa.

Masalah dalam rumahtangga merupakan hal yang lumrah terjadi pada pasangan suami istri.  Setiap persoalan sebaiknya diselesaikan dengan cara yang konstruktif agar tidak menimbulkan dampak psikis yang mengganggu proses tumbuh kembang anak. Setop KDRT, demi anak lebih bahagia.




Mengapa Mengasuh Anak Sekarang Jauh Lebih Sulit Dibandingkan Dulu?

Sebelumnya

Mata Ibu, Silvia Menjadi Komentator Bola bagi Anaknya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Parenting