PEREMPUAN itu sibuk merapikan jilbabnya yang sebetulnya sudah rapi, ya begitulah pertanda dirinya tengah galau. Bukan dilema cinta yang tengah melanda, melainkan perkara suatu minuman, yakni Boba!
Sudah cukup lama Boba menjadi minuman yang menyedot banyak peminat, dan hingga kini pun Boba masih menjadi trending topic bagi para penggemarnya. Minuman manis ini dapat ditemukan dengan mudah, mulai dari mal-mal mewah hingga kios-kios pinggir jalan.
Loh, mengapa Boba bisa bikin galau?
Anak-anaknya terus mendesak dibelikan Boba. Bukan harga minuman yang membuat perempuan itu dilema, melainkan sesuatu yang teramat prinsip. Boba adalah minuman yang berasal dari negara asing, yang mayoritas orang di sana adalah nonmuslim.
Dia nyaris tidak tahan lagi dengan desakan anak-anak. Mereka terlalu manis untuk dibiarkan terus merengek hanya demi sebuah minuman impor. Akan tetapi, nurani sang ibu masih lebih memilih untuk mempertahankan prinsip agama, yakni hanya mengonsumsi yang jelas-jelas halal.
Alhasil, perempuan itu makin sering merapikan jilbabnya, karena masih bingung bagaimana cara menghadapi desakan anak-anak. Bagaimana pula memberikan pengertian halal haram terhadap logika bocah yang masih teramat sederhana?
Patutlah dipuji komiten perempuan tersebut meski dirinya cukup kerepotan menghadapi rengekan anak. Karena Boba yang manis itu pun cukup rawan dimasuki bahan-bahan yang haram.
Dewi Hambar Sari, dkk. pada buku Tinjauan Perspektif Halal: Teknologi Vaksin Hingga Gaya Hidup (2021: 180-181) menerangkan:
Minuman kekinian yang ditambahkan Boba sedang tren di kalangan anak-anak sampai dewasa. Boba atau pearl atau bubble asli dari Taiwan, produknya pun banyak yang impor dari Taiwan. Apa yang perlu dikritisi dari Boba?
Bahan untuk membuat Boba terdiri dari tepung tapioka, gula dan bisa saja ditambahkan dengan gelatin. Nah, konsumen perlu berhati-hati apabila ada produk yang menambahkan gelatin ke dalam produk Boba, karena bahan dasar gelatin adalah babi atau sapi, biasanya produsen lebih menyukai babi sebagai bahan dasar gelatin karena harganya lebih ekonomis daripada sapi.
Gelatin berfungsi dalam improve texture (pembaik tekstur) karena dapat digunakan sebagai pembentuk gel, pengemulsi, pengental dan pembentuk busa.
Dengan kutipan ini, dapatlah dipahami mengapa perempuan dalam kisah pembuka cukup galau dengan Boba. Dirinya tentu tidak rela bahan-bahan dari babi pun dikonsumsi oleh anak-anak permata hatinya. Hendaknya prinsip macam begini juga menjadi komitmen kuat bagi kalangan muslimin. Apalah artinya kelezatan makanan atau kesegaran minuman jika hanya membuat bahan haram bercokol di tubuh.
Nauzubillahi min zalik!
Ampunilah kami ya Allah!
Dan yang penting ditegaskan, pembahasan ini tidak bermaksud menghalangi bisnis Boba. Tidak sama sekali! Sebab tidak ada larangan minum Boba, yang ada hanyalah larangan mengonsumsi bahan haram.
Dewi Hambar Sari (2021: 180-181) mengungkapkan, lalu apakah tidak boleh makan Boba? Tentu saja boleh, maka dari itu untuk kehati-hatian konsumen lebih baik memilih minuman Boba yang sudah bersertifikasi halal. Selain itu, Boba sendiri merupakan minuman yang tidak sehat karena memiliki kandungan serat yang sedikit dan tinggi gula. Maka perlu dibatasi konsumsinya.
Pedagang Boba tidak perlu ragu mengurus sertifikasi halal. Inilah langkah mudah yang akan menyedot lebih banyak perhatian dari kalangan pembeli muslim yang mayoritas di negeri ini. Seperti dalam kisah pembuka, perempuan itu tidak akan ragu membelinya untuk menyenangkan hati anak-anak. Label halal yang resmi akan menjadi penenang bagi konsumen muslim.
Indonesia ini umpama pasar bebas saja, di mana produk-produk asing dengan mudah membanjiri Bumi Pertiwi. Saking bebasnya, Indonesia bagaikan surga bagi produk asing, tetapi jangan sampai menjadi neraka bagi konsumen muslim.
Oleh sebab itu, diperlukan edukasi dan regulasi yang lebih berpihak kepada hak-hak kehalalan tersebut. Sehingga konsumen muslim Indonesia benar-benar menjadi tuan di rumahnya sendiri. Kuncinya adalah serifikasi halal supaya keadilan dan kebenaran itu tetap ditegakkan. (F)
KOMENTAR ANDA