Bandar Udara Banyuwangi/ akdn.org
Bandar Udara Banyuwangi/ akdn.org
KOMENTAR

BANDAR Udara Banyuwangi berhasil meraih Aga Khan Award for Architecture 2022, yang merupakan penghargaan bergengsi untuk arsitektur dunia yang digelar setiap 3 tahun sekali.

Pengumuman pemenang dilakukan di Jenewa, Swiss pada Kamis 22 Oktober 2022. Selain Bandar Udara Banyuwangi, terdapat pula 5 bangunan dari 464 bangunan yang masuk nominasi, yaitu Argo Contempory Art Museum and Cultural Centre (Iran), Renovation of Niemeyer Guest House (Lebanon), Kamanar Secondary School (Senegal), Urban River Spaces (Bangladesh), dan Community Spaces in Rohingnya Refugee Response (Bangladesh).

Bandar udara Banyuwangi merupakan karya arsitek Andra Matin.

Berlokasi di Desa Blimbingsari, Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur, bandara ini awalnya dikenal dengan nama Bandara Blimbingsari. Bandara ini mulai dioperasikan pada tahun 2009 untuk pelatihan Bali International Flight Academy.

Pada tanggal 29 Desember 2010, bandara ini digunakan untuk maskapai Sky Aviation, yang menandakan awal bandara tersebut digunakan sebagai bandara komersial di Indonesia. Barulah pada tahun 2017, berdasarkan surat keputusan Menteri Perhubungan, bandara tersebut berubah menjadi Bandar Udara Banyuwangi.

Bandara yang memiliki landasan pacu sepanjang 2550 meter ini berkonsep “Green Airport” dengan konsep tropis dan penghawaan alami serta tidak menggunakan kaca. Bandara ini dirancang sebagai bangunan ramah lingkungan dan hemat energi karena bandara ini memanfaatkan pencahayaan yang berasal dari sinar matahari.

Bandara ini tidak menggunakan AC dan memiliki desain minim sekat sehingga sinar matahari bebas masuk ke terminal bandara.

Hampir di setiap sudut terminal, pengunjung dapat melihat kolam ikan yang berfungsi untuk memperbaiki tekanan udara pada bandara agar suhunya tetap terasa sejuk. Bandar udara ini juga mempunyai tanaman hijau pada bagian ruangan yang menambah kesan asri dan natural.

Sedangkan pada bagian atap gedung terminal bandara, terdapat roof garden yang menggunakan rumput gajah mini. Atap bandara Banyuwangi mengadopsi budaya lokal yang menggambarkan masyarakat Osing sebagai suku asli Banyuwangi. Bandara ini memiliki dua atap dengan arah berlawanan yang merupakan tanda keberangkatan dan kedatangan pesawat.

Selain itu terdapat pula Kiling, sebuah kincir angin sebagai budaya lokal suku Osing yang terdapat pada bagian depan bandar udara.

Pembangunan terminal bandara Banyuwangi ini hanya menelan biaya 45 M. Biaya tersebut terhitung sangat terjangkau untuk pembangunan dengan hasil sangat baik. Angka tersebut dinilai cukup murah bila dibandingkan dengan pembangunan bandara lainnya.




Gunung Lewotobi Kembali Meletus Disertai Gemuruh, Warga Diimbau Tetap Tenang dan Waspada

Sebelumnya

Timnas Indonesia Raih Kemenangan 2-0 atas Arab Saudi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News