TINDAK kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan, sangat tinggi. Merujuk pada data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sepanjang 2021 sebanyak 207 orang menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual di satuan pendidikan.
Dari jumlah tersebut, mayoritas kasus terjadi di sekolah berasrama dengan sebagian besar pelakunya adalah guru atau tenaga pendidik.
Sebagai bentuk Tindakan, Kementerian Agama menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.
Aturan tersebut ditandatangani Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 5 Oktober 2022 dan tertuang dalam PMA No 73/2022.
Dalam PMA tersebut ditegaskan, ucapan yang mmeuat rayuan hingga siulan yang bernuansa seksual pada korban, termasuk bentuk kekerasan seksual.
Berikut aturan lengkap PMA No 73/2022 yang terdiri dari 7 bab, mulai dari ketentyan umum, bentuk kekerasan seksual, pencegahan, penanganan, pelaporan, pemantauan dan evaluasi, sanksi, dan ketentuan penutup.
- Mengatur bentuk kekerasan seksual, mencakup perbuatan yang dilakukkan secara verbal, nonfisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
- Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual kepada korban.
- Menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman.
- Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban.
- Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, mengancam, atau memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual.
- Mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi.
- Memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja.
- Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada korban.
- Melakukan percobaan pemerkosaan.
- Melakukan pemerkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin.
- Mempraktikkan budaya yang bernuansa kekerasan seksual.
- Memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi.
- Membiarkan terjadinya kekerasan seksual.
- Memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual.
- Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang.
- Mengambil, merekam, mengunggah, mengedarkan foto, rekaman audio, dan/atau visual korban yang bernuansa seksual.
- Melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-uindangan.
Sebagai upaya pencegahan, PMA terbaru ini mengatur satuan pendidikan harus melakukan sosialisasi, pengembangan kurikulum dan pembelajaran, penyusunan SOP pencegahan, serta pengembangan jejaring komunikasi.
KOMENTAR ANDA