KOMENTAR

ZAHA Hadid adalah arsitek asal Irak yang diakui dunia. Karya arsitekturnya tersebar di empat penjuru dunia, membuat namanya tak hanya 'mentereng' sebagai arsitek tapi juga menjadi figur penting dalam domain arsitektur yang masih didominasi laki-laki.

Sosok Zaha Hadid bukan hanya dikenal dengan karya arsitekturnya, tapi juga perjuangan dan filosofi di balik karyanya yang berbicara tentang toleransi, koeksistensi, dan universalitas.

Zaha memotret sejarah dalam kacamatanya sendiri. Salah satunya ketika berbicara tentang Damaskus dan Baghdad yang hancur akibat perang dan ketidakstabilan politik.

"Kehilangan sejarah adalah hal yang memalukan, namun saya tidak percaya bahwa kota tak boleh tumbuh atau berubah. Masyarakat perlu menemukan kembali diri mereka, dan intervensi harus ada untuk menambahkan sentuhan modernitas. Kalau tidak, mereka tidak akan menjadi apa pun selain museum raksasa tanpa jiwa," katanya, seperti dilansir Inside Arabia.

Kenangan masa kecil di Irak begitu menyenangkan baginya. Dia masih ingat betapa menakjubkannya Masjid Agung Samarra, sebuah mahakarya arsitektur abad-9 di tepi timur Sungai Tigris. Zaha kecil terpesona pada kubah dan menara masjid.

Pengalaman itulah yang menimbulkan kecintaan pada arsitektur. Di usia 11 tahun, Zaha bahkan telah mendesain perabotan kamar tidurnya sendiri.

Berasal dari keluarga Muslim kelas atas, Zaha dibesarkan di bawah pengaruh ayahnya, seorang ekonom kaya dan kosmopolitan yang gemar berkeliling dunia bersama anak-anaknya, memperkenalkan mereka pada teater, opera, dan museum.

Namun trauma menghantui Zaha ketika ayahnya diturunkan paksa dari jabatan Menteri Keuangan di pemerintahan pertama Republik Irak. Asetnya disita dan ayahnya dipaksa angkat kaki ke luar negeri.

Dia pergi ke sekolah asrama di Inggris dan Swiss sebelum belajar matematika di American University of Beirut. Lalu di tahun 1972, dia pergi ke London untuk belajar di Architectural Association, di mana salah satu profesornya, Elia Zenghelis, menyebut Zaha sebagai salah satu mahasiswa paling berprestasi yang pernah diajarnya.

Guangzhou Opera House, China

Karier pertamanya adalah bekerja di Office of Metropolitan Architecture di Rotterdam, sebelum ia kemudian mendirikan perusahaannya sendiri, Zaha Hadid Architects di London pada tahun 1980.

Seiring perkembangan zaman, Zaha memberi ruang pada para arsitek muda untuk berinovasi. Sedangkan gaya pribadinya tetap revolusioner, melanggar semua norma arsitektur klasik, baik di Eropa maupun di dunia Muslim.

Dia kemudian mengajar arsitektur modern di sejumlah universitas seperti Harvard dan Cambridge, layaknya seorang "duta modernisme" yang memiliki aliran pemikiran sendiri dalam dirinya.

Di antara karyanya, stasiun pemadam kebakaran kecil di Weil-am-Rhein, Jerman berupa karya pahatan dari beton mentah dan kaca yang terdiri dari bentuk diagonal tajam dan bertabrakan.

Heydar Aliyev Center, Azerbaijan

Dia juga menciptakan Pusat Seni Kontemporer di Ohio dan menjadi perempuan pertama yang mendesain museum di Amerika Serikat.

Pada tahun 1999, Zaha merancang arena lompat ski di Austria, menggantikan yang pernah digunakan pada Olimpiade Musim Dingin tahun 1965 dan 1976.

Salah satu karyanya yang fenomenal adalah gedung pusat BMW di Leipzig, Jerman.

Berkat karya-karyanya, Zaha Hadid menerima banyak sekali penghargaan internasional. Di antaranya, menjadi perempuan pertama yang memenangkan Pritzker Architecture Prize tahun 2004, sebuah penghargaan paling bergengsi di dunia arsitektur.

Al Wakrah Stadium, Qatar

Di tahun 2007, Zaha Hadid masuk ke dalam "100 Most Powerful Women" versi Majalah Forbes.




Menutup Tahun dengan Prestasi, dr. Ayu Widyaningrum Raih Anugerah Indonesia Women Leader 2024

Sebelumnya

Meiline Tenardi, Pendiri Komunitas Perempuan Peduli dan Berbagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women