KOMENTAR

KEMENTERIAN Kesehatan RI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menerima laporan peningkatan tajam kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal/ acute kidney injury (AKI) sejak akhir Agustus lalu.

Gangguan ginjal akut tersebut utamanya menyerang anak di bawah usia 5 tahun. Adapun penyebabnya, hingga kini masih ditelusuri.

Dilansir laman sehatnegeriku.kemkes.go.id, dari 20 provinsi di Tanah Air, data menyebutkan ada 206 kasus, dengan angka kematian sebanyak 99 anak (data per 18 Oktober 2022). Angka kematian pasien yang dirawat di RSCM bahkan mencapai 65 persen.

Juru bicara Kemenkes RI dr. M. Syahril menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, tidak ada bukti hubungan antara AKI dengan vaksin COVI-19 yang selama ini menjadi desas-desus.

“Gangguan AKI umumnya menyerang anak usia kurang dari 6 tahun, sedangkan program vaksinasi belum menyasar anak usia 1-5 tahun,” katanya.

Kemenkes bersama ahli epidemiologi, IDAI, BPOM, farmakolog, serta Puslabfor Polri telah melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut tersebut.

Berdasarkan pemeriksaan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi pasien, untuk sementara diketahui adanya jejak senyawa yang berpotensi menyebabkan AKI. Namun Kemenkes dan BPOM masih melakukan penelitian komprehensif, sekaligus untuk memastikan adanya faktor risiko lain yang menjadi penyebabnya.

Orangtua dengan balita diimbau waspada dan segera membawa si kecil ke faskes jika terjadi gejala berikut ini:

  • Gejala penurunan jumlah air seni dan frekuensi buang air, dengan atau tanpa demam.
  • Diare
  • Batuk pilek
  • Mual dan muntah

Orangtua atau keluarga pasien kemudian akan diminta menyampaikan riwayat penggunaan obat yang dikonsumsi pasien.

Untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat, Kemenkes telah mengimbau para tenaga kesehatan di faskes untuk sementara waktu tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sirup (cair) hingga penelitian tersebut tuntas.

Kemenkes juga mengimbau apotek untu sementara waktu tidak menjual obat bebas atau obat bebas terbatas dalam bentuk sirup sampai penelusuran penyebab AKI selesai dilakukan.

“Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak, sementara tidak mengonsumsi obat bentuk cair/ sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan,” tegas dr. Syahril.

Sebagai alternatif pengganti, ada obat dalam bentuk tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya.

Untuk langkah awal menurunkan fatalitas AKI, Kemenkes melalui RSCM telah membeli antidotum dari luar negeri.

Kemenkes RI telah menerbitkan Keputusan Dirjen Yankes tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis AKI pada anak yang ditujukan kepada seluruh dinas kesehatan dan fasyankes.

Kemenkes juga telah menerbitkan surat edaran kewajiban penyelidikan epidemiologi dan pelaporan kasus AKI kepada semua dinas kesehatan, fasyankes, dan organisasi profesi.




Gunung Lewotobi Kembali Meletus Disertai Gemuruh, Warga Diimbau Tetap Tenang dan Waspada

Sebelumnya

Timnas Indonesia Raih Kemenangan 2-0 atas Arab Saudi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News