KEMENTERIAN Kesehatan RI hingga saat ini masih melakukan penelitian untuk menemukan penyebab pasti gangguan gagal ginjal akut yang diderita 200-an anak Indonesia.
Sebagai langkah mengutamakan keselamatan anak, Kemenkes juga telah mengimbau apotek untuk tidak menjual obat dalam bentuk cair/ sirop dan meminta faskes untuk tidak memberikan resep obat cair.
Epidemiolog Universitas Griffith, Dicky Budiman, menyatakan bahwa situasi terkait kasus gangguan ginjal akut ini terbilang sangat serius.
“Ketika kasus seperti ini terjadi, jelas itu merupakan puncak gunung es. Kita tahu bagaimana surveillance kita, artinya korban (sebenarnya) jauh lebih banyak,” kata Dicky, seperti dilaporkan BBC.
Kekhawatiran senada disampaikan mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama. Menurutnya harus ada usaha maksimal dalam penyelidikan kasus ini. Jika penyebab sudah diketahui, maka jenis penanganannya juga bisa disiapkan lebih cepat.
Terkait desakan tersebut, juru bicara Kemenkes RI dr. M. Syahril mengatakan bahwa hasil penelitian yang dilakukan Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) baru akan dipublikasikan pada pekan depan.
“Apakah memang senyawa campuran obat yang menyebabkannya (bukan obatnya-red) seperti yang terjadi di Gambia, atau ada penyebab lain dari gangguan ginjal akut ini,” katanya.
Orangtua yang memiliki anak di bawah usia 5 tahun diimbau mencermati apakah ada gejala-gejala berikut ini yang terjadi.
- Gejala penurunan jumlah air seni dan frekuensi buang air, dengan atau tanpa demam.
- Diare
- Batuk pilek
- Mual dan muntah
Jika ada, segeralah membawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Untuk melengkapi pemeriksaan, orangtua atau keluarga pasien akan diminta menyampaikan riwayat penggunaan obat yang sebelumnya dikonsumsi pasien.
Dilansir laman sehatnegeriku.kemkes.go.id, di 20 provinsi di Tanah Air, data menyebutkan ada 206 kasus gangguan ginjal akut dengan angka kematian 99 anak (data per 18 Oktober 2022).
KOMENTAR ANDA