BERBANGGALAH para penggemar sambal, sebab makanan pendamping ini dipercaya memang berakar dari cipta karya leluhur kita terdahulunya. Bangsa-bangsa lain yang berdatangan pun terkagum-kagum dengan olahan sambal Nusantara, yang seolah menjadi menu wajib di setiap perjamuan makan.
Rieny Sulistijowati, dkk. pada bukunya Kuliner Sambal Ikan (2020: 1) menerangkan:
Asal mula sambal itu sendiri merupakan asli dari negara Indonesia. Menurut arkeolog Titi Surti Nastiti, cabai pada masa Jawa Kuno telah menjadi komoditas perdagangan yang langsung dijual. Bahkan menurut Nastiti dalam teks Ramayana dari abad ke-10, cabai juga sudah disebutkan sebagai salah satu contoh jenis makanan pangan. Dari sinilah kemungkinan besar sambal sudah diciptakan di pulau Jawa sejak dahulu kala.
Bahkan banyak sekali buku kuno para penjajah Indonesia yang membahas mengenai saus cabai yang ada di negara Indonesia. Seperti syair yang pernah populer pada tahun 1669 yang diketahui merupakan dari syair Van Overbeeke di Batavia, “Soya, Gengber, Loock en Ritsjes. Maeckt de maegh wel scharp en spitsjes.” Yang artinya: “Kedelai, jahe, bawang putih dan cabai, membuat perut melilit karena pedas dan diaduk-aduk.”
Sambal sering dianggap sebagai bahan makanan pendamping yang mampu melengkapi cita rasa makanan utama di Indonesia. Itulah sebabnya masyarakat belum merasa puas apabila tidak terdapat sambal dalam sajian makanan sehari-hari.
Tingginya permintaan sambal membuat banyak rumah makan berlomba-lomba dalam menciptakan inovasi terbaru mengenai cita rasa sambal. Mulai dari sambal berdasarkan campuran bahan yang beraneka raga hingga sambal berdsarkan tingkat kepedasan.
Memang betul sih, sambal memang sudah berakar kuat dalam tradisi kuliner Nusantara. Cobalah menelisik meja-meja makan di seantero Tanah Air, nyaris senantiasa disemarakkan oleh sambal. Rasa pedasnya memang menggoda lidah, yang tidak jarang memancing kucuran peluh, tetapi nikmatnya sungguh menakjubkan.
Dalam sejarahnya yang membanggakan itu, kita tidak boleh lengah dengan apa pun jenis makanan dan minuman yang disantap, karena sekecil apa pun bahan terlarang masuk ke dalam tubuh akan merugikan konsumen muslim.
Apalagi, di era yang serba praktis begini, di saat manusia seperti selalu kekurangan waktu, maka aksi mengulek sambal terasa merepotkan. Kemudian, konsumen pun dimanjakan dengan berbagai model saus sambal dalam kemasan botol atau plastik, yang serba instan dan mudah diboyong kemana-mana.
Selain memanjakan para penggemarnya, aneka jenis saus sambal itu hendaknya menjadi perhatian kaum muslimin. Karena dalam proses pengolahannya, pembuatan saus sambal sudah tercampur baur dengan berbagai bahan, bukan cabai belaka!
Lantas apa saja yang perlu dicermati terkait saus sambal?
Pada laman https://halalmui.org diungkapkan:
Meski sebagian besar bahan produk berasal dari bahan alami yang pasti halal, namun tetap harus melakukan pemeriksaan. Mengapa? Meski bahan-bahan yang digunakan merupakan bahan halal, belum tentu bahan tambahan yang digunakan juga halal.
Selain itu, juga harus memastikan bahwa dalam proses produksi juga digunakan peralatan yang terjamin kebersihan dan kehalalannya, dalam arti tidak terkontaminasi atau berpotensi tercemar oleh najis. Begitu pula proses pengemasan, dan proses lainnya.
Adapun bahan pewarna yang digunakan, juga harus memastikan bahwa telah menggunakan bahan pewarna khusus untuk makanan (bukan untuk tekstil), dan dibuat dari bahan-bahan yang memenuhi persyaratan kehalalan. Semuanya harus melalui pemeriksaan atau audit oleh tim auditor halal LPPOM MUI.
Jadi, saus sambal itu memakai bahan pewarna yang membuatnya menarik terlihat, tetapi jangan sampai memakai bahan yang diharamkan dalam agama. Selain itu proses pembuatannya pun tidak boleh tercampur dengan yang najis.
Diah Nimpuno pada bukunya Ayo Membuat Masakan & Kue dari Bahan Halal (2017: 80) menjelaskan:
Saat ini banyak diproduksi saus, sambal, dan kecap siap pakai untuk pelengkap masakan, misalnya saus tomat, saus tiram, kecap Jepang, saus Inggris, saus apel, saus asam, saus manis, saus hoisin, dan lain-lain.
Jika membeli kecap dan saus jenis ini yang paling utama adalah memilih yang berlogo dan bersertifikat halal dari lembaga berwenang, sebab seperti telah disebutkan di awal, meskipun bahan bakunya nabati tetapi dalam proses produksinya mungkin saja tercampur bahan haram atau melalui proses fermentasi yang menghasilkan alkohol di atas batas yang diperbolehkan.
Kembali ditegaskan sambal tidak hanya berbahan baku cabai belaka, ada bahan-bahan tambahan yang boleh jadi menggunakan bahan yang diharamkan. Sambal memang produk nabati, tetapi bahan pendukung beradal dari hewani, bisa sapi, kerbau atau malah babi, atau apa saja. Inilah yang wajib dicermati dengan hati-hati.
Saat ini, mulai dari perusahaan besar hingga industri rumah tangga makin giat memproduksi saus sambal. Ini menggambarkan betapa besarnya potensi cuan yang dapat dikeruk dari industri saus sambal.
Bagus-bagus saja sih kalau saus sambal berperan dalam menggerakkan perekonomian. Hanya saja akan lebih menarik ketika di kemasan itu sudah tertera logo halal, sebagai bukti badan yang berwenang telah mengkaji bahan-bahan yang digunakan sudah sesuai aturan agama.
Terkadang pihak produsen tidak bermaksud menggunakan bahan-bahan haram pada saus sambal, tetapi terbatasnya pengetahuan yang boleh jadi membuat bahan-bahan yang dilarang agama itu malah tercampurkan.
Oleh sebab itu, serahkan pada ahlinya, sehingga logo halal itu menjadi daya tarik konsumen muslim dalam membeli saus sambal.
KOMENTAR ANDA