KOMENTAR

PERKEMBANGAN teknologi saat ini mendukung munculnya perusahaan baru yang berbasis teknologi, di antaranya adalah perusahaan Financial Technology (FinTech). Perusahaan jenis ini merupakan perusahaan yang melakukan inovasi di bidang jasa keuangan dengan sentuhan teknologi modern.

Saat ini sangat banyak perusahaan Fintech hadir dengan menyediakan berbagai fasilitas pembiayaan untuk masyarakat, di antaranya dalam bentuk:

Microfinancing, menyediakan layanan keuangan untuk masyarakat kelas menengah ke bawah untuk membantu usaha mereka. FinTech semacam ini bertujuan untuk membantu para pelaku UMKM dengan memberikan kredit berjangka.

P2P Lending Service, membantu masyarakat mengakses dana untuk memenuhi berbagai kebutuhan mereka. Untuk FinTech jenis ini kita kenal dengan nama Pinjaman Online (Pinjol).

Pinjol mengklaim memberikan kemudahan untuk menyelesaikan permasalahan keuangan yang dialami masyarakat. Pinjol marak di saat pandemi COVID-19, ketika banyak orang mengalami kesulitan ekonomi dan tidak bisa pergi keluar rumah untuk mengurus kebutuhan mereka di bank.

Layanan yang mereka berikan dapat menjangkau masyarakat di pelosok sepanjang masih memiliki internet. Nominal yang dapat diakses sekitar 500 ribu hingga 2 miliar rupiah.

Kemudahan yang ditawarkan pinjol membuat banyak orang memilih jalan pintas untuk mengatasi kebutuhan hidup tanpa menyadari risiko di masa mendatang.

Dalam webinar bertajuk “Sehat Kelola Dana dengan Fasilitas Pinjol dan Uang Digital” yang digelar PWI-IKWI (9/8/2022), Dr. Friderica Widyasari Dewi, SE. MBA yang akrab disapa Kiki, anggota Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen menjelaskan masyarakat Indonesia masih banyak yang belum paham mengenai konsep pinjol.

Kurangnya pemahaman tersebut sering menjadi sumber masalah ketika mereka terjebak dalam nominal besar untuk utang yang mereka peroleh dari layanan pinjol. Dan ketika masalah sudah semakin mencekik, barulah mereka lari ke OJK untuk meminta bantuan.

Sayangnya tidak semua Pinjol memiliki legalitas OJK untuk melakukan praktik jasa keuangan. Dari ribuan pinjol yang tumbuh menjamur, hanya 102 jasa pinjol yang terdaftar dan berizin OJK. Bila masyarakat kurang cermat mempelajari pinjol yang akan mereka gunakan, tentu hal ini akan sangat berbahaya.

Saat ini Satgas Waspada Investasi dari OJK sudah memberantas sekitar 1100 penawaran investasi dan 4000 pinjol ilegal. Tentu angka ini masih akan dapat bertambah seiring dengan munculnya pinjol-pinjol baru yang kembali bergentayangan.

Untuk itu diperlukan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan pemahaman terhadap berbagai literasi dan pengelolaan keuangan.

Kiki juga menegaskan bahwa salah satu hal penting yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya pinjol adalah menghindari utang konsumtif.

Dalam kesempatan yang sama Rina Apriana dari Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) juga memberikan wejangan untuk lebih berhati-hati dalam memilih pinjol agar tidak terjebak jerat pinjol ilegal.

Sebelum melakukan transaksi pinjol, mereka sebaiknya mengakses www.ojk.go.id untuk mengetahui pinjol mana saja yang terdaftar dan berizin OJK. Selain itu pinjol-pinjol legal yang beroperasi tersebut juga harus menjadi anggota AFPI.

Melihat betapa berbahayanya praktik pinjol ilegal, masyarakat diimbau untuk membaca literasi keuangan, membuat anggaran, dan mampu membedakan antara kebutuhan serta keinginan. Hal itu penting agar masyarakat dapat mengelola keuangan dengan lebih efisien dan terhindar dari utang.

Bila terpaksa harus melakukan pinjaman, hindari pinjaman online. Pilihlah bank atau lembaga lain yang legalitas dan aturannya jelas dalam praktik jasa keuangan.




Ingin Jadi Individu Sukses, Ini Alasan Mengapa Kita Butuh Dukungan Orang Lain

Sebelumnya

Gen Z dan Upaya Mengatasi Tantangan Sandwich Generation

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Family