ANTARA kemarin, hari ini, dan hari esok, manusia hanya mampu menggenggam apa yang telah terjadi dan apa yang sedang terjadi. Adapun perkara apa yang akan terjadi, itu adalah semata kekuasaan Allah Swt.
Satu hal yang pasti adalah setiap apa yang terjadi pada diri seorang hamba, tak ada satu pun kecuali telah digariskan Allah untuk kita.
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj: 70)
Kita tak akan pernah bisa terlepas dari masa lalu. Sekeras apa pun kita mencoba mengubur masa lalu, hal itu adalah bagian dari siapa diri kita hari ini. Tak akan bisa dipisahkan dari kita.
Meski demikian, jika masa lalu kita teramat kelam dan suram, bukan lantas kita tak bisa mengubah masa kini kita menjadi lebih terang dan indah.
Itulah mengapa kita harus mengapresiasi kenangan terukir dari masa lalu kita. Kenangan indah maupun kenangan pahit, itulah yang menjadikan diri kita hari ini.
Mengapresiasi kenangan adalah cara kita untuk mengenang masa lalu, manis maupun pahit. Ketika kita pernah melakukan kesalahan, saatnya kini kita memperbaiki diri. Bertaubat. Memohon ampunan Allah dan memohon untuk dihindarkan dari kesalahan yang sama.
Mengapresiasi kenangan juga menjadi cara kita untuk menjadi lebih bijak tanpa terperosok untuk menyesali. Kita tak akan berpikir “seandainya saya begini, pasti tidak akan begitu”, namun lebih condong untuk belajar memahami hakikat kehidupan manusia yang sudah diatur oleh ketentuan Allah (qadarullah).
Rasulullah dalam sebuah hadis riwayat Muslim memerintahkan kita untuk mengatakan, “Qadarallahu wa maa sya’a fa’al’” yang bermakna “Ini telah ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki” daripada menyesali apa yang telah terjadi.
Sama halnya ketika kita ditinggalkan oleh orang terkasih, maka kenangannya akan selalu mewarnai kehidupan kita.
Begitu banyak cerita indah yang telah kita rajut bersamanya, tentulah banyak sekali canda tawa, kisah haru, dan kesan mendalam yang ia torehkan di hati kita.
Kala kita teringat padanya, kita tak sanggup menahan kesedihan hingga air mata pun mengalir deras. Kita bahkan menangis tersedu, tak kuasa menahan rasa kehilangan yang begitu mendalam.
Namun jika kita mau berpikir lebih bijak, maka kita seyogyanya mengapresiasi kenangan kita bersamanya. Bukan terjebak dalam kenangan masa lalu yang membuat kita kesulitan untuk beranjak dari kenangan menuju kenyataan.
Dalam Islam, mengapresiasi kenangan adalah dengan menerima qadarullah dengan ikhlas. Meyakini bahwa kepergian yang terkasih adalah yang terbaik baginya. Itulah keputusan Allah. Segala sakitnya terhapuskan, tersembuhkan. Segala penderitaannya diangkat oleh Allah. Mengapa? Tentulah karena Allah menyayanginya.
Sebagai Muslim, setelah kita menerima qadarullah, kita akan meneruskan perjuangan sang terkasih. Melanjutkan mimpinya yang belum terwujud. Melaksanakan amanahnya. Yang semuanya itu, pada akhirnya akan menjadikan kita seorang hamba yang lebih baik.
Dan muara dari mengapresiasi kenangan tentang yang terkasih adalah seuntai doa.
Anak mengirimkan doa untuk orangtuanya yang berpulang. Orangtua mendoakan anaknya yang mendahuluinya. Suami mendoakan istri tercinta yang berpulang. Istri mengirimkan doa untuk sang belahan jiwa yang berpulang lebih dulu. Kakak mendoakan adiknya, sahabat mendoakan teman terbaiknya. Karena doalah yang akan menembus Arsy dan menjadi penerang bagi orang terkasih yang mendahului kita.
Indahlah selalu kenangan itu dalam qadarullah yang telah terpatri.
KOMENTAR ANDA