“TUNGGU apa lagi?”
Sang pemilik toko menegur karyawati baru yang masih diam mematung. Gadis itu memegangi erat-erat ujung jilbabnya sambil menatap gula. Seharusnya dia segera mencampurkan adonan kue dengan gula.
“Ada masalah?”
Lelaki itu mempertanyakan kegamangan itu, apakah ia yang masih baru bekerja menjadi kurang percaya diri?
“Tidak ada logo halalnya!”
Perkataan gadis itu membuat sang juragan geleng-geleng kepala. Dia pun menjelaskan guna meningkatkan kualitas makanan, usaha mereka memakai gua rafinasi, bukan gula sembarangan.
“Ini gula rafinasi, gula yang lebih murni!”
Betulkah gula rafinasi itu lebih murni? Benarkah tidak perlu lagi sertifikasi halal untuk gula rafinasi?
Ya, gula rafinasi memang lebih murni, lebih berkualitas yang kebanyakan dipakai dunia industri. Akan tetapi, perkara kehalalan tidak ada jaminan rafinasi pasti halal. Malahan dalam proses pemurniannya, justru gula rafinasi melalui proses yang rawan bersentuhan dengan bahan haram.
Hal inilah yang dikupas oleh laman https://halalmui.org:
Untuk alasan higenitas dan kesehatan, industri makanan dan minuman membutuhkan kualitas gula yang lebih baik yang diperoleh dari gula rafinasi. Kata rafinasi diambil dari kata refinery, yang artinya menyuling, menyaring, membersihkan. Jadi bisa dikatakan bahwa gula rafinasi adalah gula yang mempunyai kualitas kemurnian yang tinggi karena sudah disuling, disaring, dan dibersihkan.
Mengingat gula rafinasi melalui proses panjang dan menggunakan bahan tambahan maupun bahan penolong, maka gula jenis ini memang layak dicermati kehalalannya.
Kritis terhadap penggunaan arang aktif
Alasannya, sama seperti bahan tambahan lain dalam sebuah produk olahan makanan atau minuman, gula juga memiliki titik kritis haram yang harus diperhatikan.
Proses rafinasi gula biasanya melalui beberapa tahap, antara lain afinasi, karbonatasi, dekolorisasi, kristalisasi, pengeringan hingga pengepakan. Dari serangkaian proses rafinasi tersebut, tahap kritis yang harus dicermati adalah pada proses dekolorisasi atau penghilangan warna, karena melibatkan penggunaan arang aktif.
Arang aktif atau sering disebut karbon aktif merupakan material yang memiliki pori-pori sangat banyak yang dapat menyerap apa saja yang dilaluinya. Material ini bisa berasal dari tulang hewan, tumbuhan, maupun dari batu bara.
Lantaran fungsinya sebagai penyaring (filter), maka arang aktif kerap digunakan di berbagai bidang usaha atau industri. Begitu juga di industri pengolahan gula, di mana karbon aktif sangat berperan dalam proses pemutihan gula yang dari awalnya berwarna cokelat keruh menjadi putih bersih.
Dari sinilah titik kritis haram karbon aktif dapat ditelusuri. Apabila karbon aktif ini berasal dari hasil tambang atau dari arang kayu, maka tentu tidak menjadi masalah. Akan tetapi, apabila menggunakan arang tulang, maka haruslah dipastikan status kehalalan asal hewannya.
Arang aktif haram dipakai jika berasal dari tulang hewan haram, atau tulang hewan halal yang tidak disembelih sesuai syariat Islam.
Hal serupa diterangkan oleh Sudarminto Setyo Yuwono & Elok Waziiroh dalam buku Teknologi Pengolahan Pangan Hasil Perkebunan (2017: 93).
Karbon aktif yang digunakan untuk memurnikan warna gula, pada umumnya merupakan gabungan 60% karbon aktif dan 5%MgO. Penambahan MgO berfungsi untuk mencegah turunnya pH selama proses dekolorisasi. Selain karbon aktif, juga dapat menggunakan Bone Char yang merupakan campuran kalsium fostat 90% dan 10% karbon dari tulang binatang ternak.
Kutipan ini menerangkan juga agar menghasilkan gula lebih murni, maka gula rafinasi difilter dengan bahan karbon aktif. Kualitas kemurnian gula memang menjadi lebih baik, tetapi muncul persoalan lain yang lebih krusial, sebab apabila karbon aktif berasal dari tulang binatang yang diharamkan, maka tercemarlah gula rafinasi tersebut. Pada titik ini siapa saja mestilah waspada!
Lebih lanjut laman https://halalmui.org menjelaskan:
Selanjutnya, bahan lain yang ditambahkan pada proses berikutnya juga harus dicermati. Apabila menggunakan bahan sintetis kimia tentu tidak masalah, meski kadarnya harus tetap diperhatikan. Namun apabila menggunakan produk mikrobial, maka harus dipastikan bahwa media yang dipakai adalah media yang halal.
KOMENTAR ANDA