MARI menyimak dua kisah anak muda berikut ini.
Kisah #1:
Tamat kuliah dengan nilai menakjubkan, gadis tersebut menepis semua tawaran kerja di berbagai perusahaan bergengsi dengan gaji nan menggiurkan. Dia masih saja rebahan di kamarnya sepanjang hari, sibuk bergelut dengan ponsel atau laptopnya. Orangtuanya meradang. Mereka menyesalkan biaya besar kuliah di kampus top hanya berakhir di ranjang.
Tetapi ayah bunda langsung terdiam dan mendadak berubah senang tatkala putri mereka menyerahkan segepok uang. Otak anaknya cemerlang, jago ilmu komputer sesuai dengan background pendidikannya, sehingga cukup dengan rebahan dia mampu mengalirkan rupiah bahkan dollar ke rekening.
Kisah #2:
Pemuda tersebut memposting dirinya yang lagi tergolek di ranjang. Dia menyebutkan sampai sore begini ibu bapaknya tidak protes dirinya yang masih rebahan. Anak muda itu asyik masyuk dengan drama-drama Korea yang tersaji di ponsel dan laptopnya.
Dia benar-benar menjadi generasi rebahan, betul-betul hanya di kamar saja. Dia lupa bukannya orangtua tidak mau protes, tetapi kebiasaan rebahan putra mereka sudah berlangsung bertahun-tahun. Ayah ibu sudah lelah menasihati atau menegur, mereka memilih pasrah.
Banyak faktor yang membuat terlahirnya generasi rebahan, di antaranya dari spektakulernya kemajuan teknologi informasi, yang mana seolah-olah dunia berada dalam genggaman.
Generasi rebahan makin meluas tatkala datang badai Covid-19, yang membuat umat manusia dipukul mundur ke rumahnya, bahkan surut hingga ke kamarnya, sampai ke ranjangnya.
Sehingga generasi rebahan ini semakin menemukan momentum untuk lebih banyak menghabiskan waktu dengan tergolek manja di peraduan. Sayangnya, generasi rebahan itu adalah anak-anak muda yang sejatinya merupakan harapan bangsa dan negara di masa mendatang.
Perspektif Islam sendiri lebih mengarahkan anak-anak muda muslim untuk menjadi generasi aktif, bukannya mereka yang hobinya berbaring sepanjang hari.
Generasi yang aktif itu bukan hanya aktif dalam bergerak fisik, tetapi juga aktif secara sosial. Apa maksudnya?
Begini.
Memang sih dengan rebahan saja, cukup mengandalkan ponsel dan laptop belaka, generasi rebahan dapat meraup cuan besar-besaran. Namun, sesungguhnya ada banyak hal yang lebih berharga daripada uang.
Dengan aktif bersosialisasi artinya generasi rebahan memiliki relasi dalam kehidupan nyata, sehingga mempunyai empati dengan kondiri riil masyarakat. Mereka akan memiliki hati yang lebih lapang untuk menghargai kehidupan sosial. Generasi ini akan terjauhkan dari egoisme sempit ataupun sikap individualisme.
Selain itu, dengan menjadi generasi aktif maka anak-anak muda pun dapat mempunyai tubuh yang bugar, sebagai dampak dari banyaknya kegiatan bergerak. Tubuh mereka juga akan tumbuh kuat. Bukannya mager (malas gerak), yang berujung menurunnya kemampuan otot dan merosotnya imunitas hingga mudah dijangkiti penyakit.
Maka bergeraklah! Sebagaimana Nabi Muhammad menganjurkan supaya anak-anak diajarkan memanah, berenang dan berkuda, yang semuanya adalah kegiatan yang bergerak.
Khalifah Umar bin Khattab pun gemar berkeliling memantau keadaan rakyat hingga malam hari. Bukankah Aisyah gemar mengajak suaminya bergerak jalan setelah subuh, bahkan mengajak suaminya berpacu lari.
Sebagai bahan renungan ada baiknya diresapi surat Al-Ashr ayat 1-2, yang artinya, “Demi masa, sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian (al-khusr).”
Pada surat ini Allah Swt. telah bersumpah atas nama waktu (demi masa), yang mana terkait dengan waktu itulah banyak manusia yang dilanda al-khusr (kerugian). Bukankah waktu itu terus bergulir begitu saja, apanya yang rugi?
Muhammad Rasyid Ridha pada Tafsir Al-Fatihah (2007: 162) menguraikan:
Al-khusr (kerugian), secara etimologis, kata ini biasanya digunakan dalam arti melenceng, hancur, dan kurang. Setiap pekerjaan baru yang Anda lakukan pasti akan menjadi kerugian bagi Anda, padahal dari amal itu Anda mengharapkan keuntungan dan buah yang baik. Apabila sesuatu yang Anda takuti terjadi, akibat buruk itu, dan sesuatu yang Anda harapkan justru hilang, Anda telah rugi. Sebab, target yang Anda tuju telah melenceng, keinginan diri Anda berkurang, dan saat Anda berharap dapat bersantai, justru malah ditimpa kelelahan.
Lambat laun generasi rebahan akan dilanda kelelahan mental, karena terus-terusan tergolek manja di ranjang juga menguras energi batin. Sebab, sejatinya manusia adalah makhluk sosial (madaniyyun bi thab’i) sehingga dengan menjadi generasi rebahan menjauhkan kita dari hakikat kemanusiaan itu sendiri.
Kerugian macam inilah yang tak tergantikan oleh tumpukan uang atau segunung emas permata, sebab yang binasa adalah hakikat jati diri kemanusiaan itu sendiri.
KOMENTAR ANDA