TALIBAN menyambut hangat delegasi Pakistan yang dipimpin Menteri Luar Negeri Hina Rabbani Khar untuk membicarakan persoalan ekonomi kedua negara (29/11/2022).
Dalam salah satu foto yang dipublikasikan pemerintah Pakistan, Menteri Luar Negeri Taliban Mawlawi Amir Khan Muttaqi terlihat tersenyum saat menerima kedatangan salah satu perempuan paling berkuasa di Pakistan itu, sekalipun mereka tidak berjabat tangan.
Kedatangan Khar tentu menjadi sangat kontras mengingat perempuan Afghanistan dilarang untuk beraktivitas di ranah publik, bahkan para remaja putri pun tidak diperbolehkan melanjutkan pendidikan di sekolah menengah.
Perempuan Afghanistan tidak diizinkan memperlihatkan rambut mereka di jalan-jalan di kota Kabul, sementara Khar datang dengan rambutnya yang terurai.
Pengamat internasional menyebut kedatangan salah satu diplomat paling berpengalaman yang dimiliki Islamabad itu sebagai sebuah 'langkah bernas'; mengirimkan menteri perempuan dari negara Muslim untuk berbicara dengan pemimpin Taliban yang semuanya adalah laki-laki yang menyangkal hak-hak perempuan.
Namun hal itu dibantah juru bicara Taliban Suhail Shaheen. Terlepas dari kepemimpinan laki-laki atau perempuan, itu adalah kerja sama bilateral, maka yang penting adalah hasilnya. Dilaporkan VICE World News, Shaheen juga memprotes ulasan yang menyebut pemerintahannya 'berlebihan dan terdistorsi' dalam membatasi hak-hak perempuan.
"Media hanya fokus pada hal-hal negatif dan bermotif politik, kami berkomitmen untuk hak-hak perempuan, dan satu-satunya alasan adalah kami ingin melakukan semuanya dalam kerangka Islam," tegasnya.
Sejak mengambil alih kekuasaan di Afghanistan tahun lalu pascapenarikan pasukan Amerika Serikat, rezim Taliban telah menghancurkan berbagai hak atas pendidikan dan pekerjaan yang selama ini susah payah diperjuangkan perempuan Afghanistan.
Namun, Taliban justru menemui delegasi Pakistan yang dipimpin seorang perempuan. Khar memanfaatkan kunjungannya untuk bertemu menteri luar negeri, wakil perdana menteri, menteri perdagangan, dan menteri pertambangan. Pembicaraan yang disebut Taliban demi manfaat ekonomi.
Diketahui bahwa Pakistan selama ini merupakan negara tujuan lebih dari separuh ekspor tahunan Afghanistan seniai 1,5 miliar USD—sebagian besar adalah batu bara. Dan Pakistan menginginkan lebih banyak lagi.
Pada bulan Juni, Reuters melaporkan bahwa Afghanistan telah menaikkan harga batu bara dari 90 USD per ton menjadi 200 USD per ton sekaligus memperkenalkan bea masuk sebesar 10 persen untuk menambah pendapatan dari sektor pertambangan.
Pakistan menjadi salah satu 'sumber uang' Taliban mengingat Afghanistan bergulat dengan isolasi ekonomi internasional.
Yang menarik, Khar juga bertemu perwakilan Women Chamber of Commerce (Kamar Dagang khusus perempuan). Dalam kesempatan itu, Khar menjelaskan bahwa Pakistan akan memprioritaskan impor dari bisnis yang dikelola perempuan.
Terkait pertemuan itu, Juru bicara Taliban menyatakan bahwa perempuan di Afghanistan tetap diizinkan bekerja dan bersekolah, dan pemimpin Taliban memberi perhatian khusus pada perempuan pengusaha.
Nyatanya, ketika otoritas Taliban menyambut dengan tangan terbuka seorang pemimpin perempuan dari luar negeri, mereka tetap konsisten menghindari pembicaraan terkait pemenuhan hak-hak perempuan di dalam negeri.
Salah satu insiden yang terjadi pada bulan Oktober adalah otoritas Taliban memukuli dan menembaki para perempuan yang memprotes bom bunuh diri di sebuah sekolah. Kekerasan itu membuat 35 gadis muda dan perempuan Hazara meninggal dunia.
Setelah Taliban berkuasa tahun 1996-2001, kurang dari 10 persen anak perempuan terdaftar di SD dan kurang dari enam persen di sekolah menengah (laporan per 2003).
Sementara di tahun 2020, angka tersebut meningkat menjadi 33 persen siswi SD dan 39 siswi SMP-SMA, serta 100.000 perempuan belajar di perguruan tinggi.
Sebanyak 21 persen PNS adalah perempuan dengan 16 persen dari mereka berada di posisi manajer senior. Sebanyak 27 persen anggota parlemen Afghanistan adalah perempuan.
Semua kemajuan itu 'hilang' dengan kembalinya Taliban di tampuk kekuasaan pada tahun lalu.
Mengutip pernyataan peneliti Quincy Institute for Responsible Statecraft Adam Weinstein, bahwa kedatangan menteri perempuan tidak serta merta mengubah pandangan Taliban tentang perempuan.
"Mereka (Taliban) menjunjung tinggi norma, tapi bertemu dengan pemimpin perempuan memperlihatkan kemunafikan mereka dengan sangat jelas."
KOMENTAR ANDA