KOMENTAR

KECEMASAN yang kini getol digaungkan sebagian orang adalah terkait ancaman resesi di tahun 2023 yang sudah di pelupuk mata. Siapa pun dapat menangkap bahwa resesi erat kaitannya dengan morat-maritnya kondisi ekonomi, dan tampak jelas resesi bukanlah kabar baik.

Jakaria, dkk. pada bukunya Peningkatan Ekonomi Masyarakat menuju Era Society 5.0 di Tengah Pandemi Covid-19 (2021: 88-89) menjelaskan:

Resesi adalah kondisi dimana pertumbuhan ekonomi riil tumbuh negative atau dengan kata lain terjadi penurunan produk domestik bruto selama dua kuartal berturut-turut dalam satu tahun berjalan.

Resesi ditandai dengan melemahnya perekonomian global dan akan mempengaruhi ekonomi domestik negara-negara di seluruh dunia. Resesi ekonomi dapat menyebabkan terjadinya penurunan semua aktivitas ekonomi seperti keuntungan perusahaan, lapangan kerja dan investasi secara bersamaan.

Dengan kata lain resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Resesi terjadi ketika ekonomi suatu negara mengalami:

1. Produk domestik bruto (PDB) negatif

2. Meningkatnya tingkat pengangguran

3. Penurunan penjualan ritel

4. Ukuran pendapatan menurun

5. Manufaktur yang berkontraksi untuk periode waktu yang panjang.

Dari paparan di atas, orang-orang bisa cemas mendengar ancaman resesi. Dari kutipan sebelumnya, bisa saja masyarakat menyimpulkan seolah tidak ada harapan lagi menyongsong tahun 2023.

Rakyat yang sudah babak-belur memikul dampak perih dari Covid-19, kini mental mereka diuji lagi dengan kabar resesi, sungguh tantangan yang tidaklah ringan!

Kabar baiknya, pihak-pihak yang berpikir positif ternyata banyak juga. Mereka menganalisis, kalau pun dunia dilanda resesi ekonomi, pada kenyataannya Indonesia tidak banyak bergantung dengan negara-negara lain. Sumber daya alam yang melimpah sesungguhnya dapat diandalkan untuk membela nasib bangsa ini.

Pihak yang lebih optimis malah menegaskan resesi itu belum terjadi, dan tidak perlu takut untuk sesuatu yang belum ada. Bukankah bangsa ini sudah melalui krisis selama pandemi, setidaknya kita punya bekal pengalaman.

Tidak ada yang benar-benar tahu apa yang akan terjadi di masa mendatang, resesi sekalipun tidak ada yang mampu menjaminnya. Namun, ada sesuatu yang lebih bermanfaat untuk dilakukan daripada tenggelam dalam ketakutan akibat ancaman, yakni dengan melakukan persiapan.

Betapa cepat melejitnya kehidupan Nabi Yusuf; dari semula dibuang oleh kakak-kakaknya ke sumur, lalu dipungut musafir untuk diperjualbelikan, hingga ia pun resmi menjadi milik bangsawan Mesir.

Bedanya, Nabi Yusuf mampu menganalisa akan datang 7 tahun masa kemakmuran yang kemudian disusul oleh 7 tahun pula masa krisis ekonomi yang parah. Singkat cerita, nabi yang tampan itupun meraih jabatan tinggi untuk menyelamatkan Mesir dari kehancuran ekonomi.

Surat Yusuf ayat 55, yang artinya, “Dia (Yusuf) berkata, ‘Jadikanlah aku pengelola perbendaharaan negeri (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga (amanah) lagi sangat berpengetahuan.

Ayat ini menggambarkan betapa percaya dirinya Nabi Yusuf dalam menghadapi ancaman krisis ekonomi, yang mendorong dirinya untuk memikul amanah berat demi mempersiapkan bangsa Mesir. Ancaman krisis ataupun resesi tidak membuat dirinya gentar tetapi mampu menghimpun kekuatan.  

Alih-alih membiarkan rakyat larut dalam ketakutan, Nabi Yusuf malah menggelorakan semangat mereka untuk menyambut krisis tersebut. Sehingga, tatkala krisis ekonomi benar-benar melanda, rakyat Mesir mampu bertahan meski krisisnya teramat lama, tujuh tahun lamanya.

Kita tidak memiliki sosok Nabi Yusuf yang demikian cemerlang. Namun, bangsa ini punya modal mental yang amat berharga, bukankah kita sudah melalui krisis ekonomi selama masa Covid-19?

Bukankah bangsa Indonesia berhasil melintasi krisis moneter 1998 dan krisis-krisis lainnya? Bukankah dengan segala cobaan itu kita menjadi lebih tangguh?

Insya Allah, selalu saja ada harapan di balik krisis. Lihatlah pada krisis ekonomi akibat hantaman pandemi, banyak juga kok yang berjaya secara ekonomi, utamanya yang lekas banting stir ke bisnis kesehatan. Banyak juga orang berhasil meraih kesuksesan karena kreatif di masa-masa sulit.

Intinya, segalanya tergantung kepada persiapan, ketangguhan mental dan visi yang cemerlang dalam melihat suatu tantangan.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur