Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA/Dok UIN Syarif Hidayatullah
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA/Dok UIN Syarif Hidayatullah
KOMENTAR

MEREBAKNYA gerakan filantropi Islam di berbagai perguruan tinggi pasca-reformasi, telah berkontribusi terhadap pengembangan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kontribusi ini semakin terasa di masa pandemi Covid-19.

Sayangnya, potensi dan kontribusi yang besar ini masih belum dirasakan optimal oleh berbagai kalangan. Hal ini terungkap dalam webinar “Praktik Filantropi Islam di Perguruan Tinggi”, yang diadakan oleh Social Trust Fund (STF) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

“Penelitian kami menemukan bahwa setidaknya ada 51 entitas kelembagaan filantropi Islam yang terorganisasi di berbagai perguruan tinggi di tanah air. Mereka bekerja dalam 5 kluster kegiatan, yaitu layanan sosial, program pendidikan, dakwah, pemberdayaan ekonomi, dan program riset dan advokasi yang menyasar tidak hanya civitas akademika, tapi juga masyarakat,” ungkap Amelia Fauzia, Ketua Tim Peneliti.

Sayangnya, telah terjadi kontestasi antara negara dan masyarakat sipil dalam pengelolaan filantropi Islam di perguruan tinggi.

“Negara harus memberikan kepercayaan dan ruang yang lebih besar bagi perguruan tinggi untuk mengelola dana-dana filantropi Islam ini secara lebih independen,” ujar Sudarnoto Abdul Hakim, Wakil Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, yang juga terlibat dalam penelitian tersebut.

Menjawab hal itu, Kepala Subdit Penelitian dan Pengabdian Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kemenag RI Suwendi menjelaskan, ada potensi kelembagaan filantropi yang kuat jika status perguruan tinggi dalam bentuk PTN-BH. Sementara ini, baru satu dari seluruh perguruan tinggi di bawah Kementerian Agama yang berstatus demikian.

“Itu berat sekali, karena beban masyarakat akan semakin tinggi [karena biaya kuliah menjadi lebih tinggi]. Jadi, harus ada skema lain untuk penggalian dana alternatif,” ujar Suwendi.

Asumsi bahwa status perguruan tinggi swasta bisa lebih flexibel dari sisi kelembagaan filantropi, tidak sepenuhnya demikian. Ahmad Muttaqin, MA PhD (Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan PP. Muhammadiyah),  menyampaikan bahwa upaya universitas-universitas Muhammadiyah memiliki dana abadi menjadi tidak memungkinkan karena potongan pajak yang tinggi.

Webinar untuk mengulas hasil penelitian tentang praktik filantropi Islam di perguruan tinggi di Indonesia. Webinar juga diberi pengantar oleh Rektor UIN Jakarta, Prof Dr. Amany Lubis. Berbagai kalangan antara lain akademisi, peneliti, pengelola UPZ dan Lazis yang berbasis kepada perguruan tinggi juga hadir dalam webinar ini.

Selain menyampaikan hasil-hasil penting dari penelitian, melalui webinar juga diharapkan bisa mendapatkan perspektif dan masukan berharga dari para pembahas dan peserta terutama bagi upaya memaksimalkan peran-peran filantropi Islam di perguruan tinggi.




Jaya Suprana: Resital Pianis Tunanetra Ade “Wonder” Irawan Adalah Peristiwa Kemanusiaan

Sebelumnya

Kemitraan Strategis Accor dan tiket.com Perkuat Pasar Perhotelan Asia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel C&E