DELAPANBELAS tahun yang lalu, dunia terbelalak, setelah seorang perempuan mengirimkan rekaman gulungan bah yang maha dahsyat menyapu halaman dan lantai bawah rumah yang didiaminya. Cut Putri, pagi itu telah mengabarkan kepada kita semua, bahwa buminya, Nanggroe Aceh Darussalam luluh lantak oleh ombak.
Gempa dengan kekuatan 9,3 skala richter mengguncang Aceh pada Minggu, 26 Desember 2004. Disusul dengan gelombang ombak dan kurungan tembok air. Kabar itu pertama kali tersiar dari kiriman Cut Putri yang pagi itu sedang berada di Aceh, untuk mengikuti acara keluarga besarnya di Gampong Lamjamee, kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh.
Cut Putri yang merupakan keponakan dari Kombes Pol Sayed Husaini, Kabid Humas Polda Aceh kala itu, merekam dan mengabadikan peristiwa dahsyat itu.
Kombes Pol Sayed Husaini sendiri ditemukan tewas bersama tujuh perwira lainnya dalam musibah tsunami tersebut. Jenasah Sayed Husaini ditemukan 10 hari setelah Cut Putri mengabadikan detik-detik terakhirnya bersama sang Paman.
Jenazah Sayed ditemukan di sekitar perumahan Ajun, Banda Aceh, tidak jauh dari rumah pribadinya di daerah Long Bata, oleh para relawan. Jenazah itu diketahui adalah jasad Sayed karena masih terbalut seragam polisi. Pada seragam yang dipenuhi lumpur itu, masih terlihat jelas tulisan nama 'SAYED'. Di bagian kerahnya juga masih terlihat lambang tiga buah melati, sebagai simbol pangkat komisari besar (kombes).
Dodaidi
Dodaidi adalah tradisi lisan dalam bentuk nyanyian pengantar tidur (lullaby) di Aceh. Dodaidi sering dinyanyikan para ibu kepada anaknya dalam buaian atau di ayunan.
Dalam tradisi masyrakat Aceh, kehidupan seorang anak pada masa-masa awal kelahirannya diwarnai oleh syair-syair. Untaian kata ini digunakan untuk memperhalus rasa dan budi pekerti mereka. Biasanya, kidung itu berisi nasihat yang mendidik, serta informasi atau cerita yang pernah terjadi dan dialami oleh orang-orang sebelumnya.
Dalam masyarakat Aceh, kehidupan seorang anak pada masa-masa awal kelahirannya selalu diwarnai syair-syair Islam, pembentuk karakter. Ketika menyanyikan syair-syair Dodaidi, para orangtua berdoa agar kelak anaknya berguna bagi bangsa dan negara, termasuk menjadi anak yang memiliki kesadaran bela bangsa dan bela agama (syahid).
Para orangtua juga berharap, anak mengambil bagian dalam perang suci. Dalam Islam, memperkenalkan agama adalah kewajiban bagi orangtua. Itulah sebabnya, pesan agama selalu ditemukan dalam syair-syair Dodaidi.
Dodaidi berasal dari dua kata dalam bahasa Aceh yaitu, doda dan idi. Doda atau peudoda berarti bergoyang, dan idi berarti berayun.
Syair Dodaidi merupakan puisi tradisional Aceh, yang pengarangnya tidak diketahui (anonim). Syair lagu Dodaidi disusun dalam empat baris dari setiap kuplet dengan sajak a-a-a-a atau a-b-a-b. Syair lagu ini diwariskan turun temurun dan sampai saat ini masih digunakan.
Syair lagu Dodaidi merupakan karya dari sebuah nilai kearifan lokal (local wisdom), yang diwariskan melalui pesan, ajaran dan nilai-nilai budi pekerti yang terkandung di dalamnya.
Masyarakat meyakini, lirik lagu ini akan berpengaruh pada pembentukan watak dan karakter seseorang. Syair yang dinyanyikan akan memasuki alam bawah sadar, bukan dilakukan tanpa alasan.
Menurut para medis dan psikolog, nilai-nilai dan pesan-pesan akan lebih mudah ditransfer pada saat gelombang otak seseorang sedang berada dalam kondisi ini.
Demikian juga dengan Dodaidi. Pada saat mengayunkan anaknya, si ibu akan melantunkan syair-syair islami berisikan nasehat, sejarah dan akhlak-akhlak para nabi. Mengayunkan anak, maka dari itu juga menjadi media untuk menanamkan nilai-nilai ke-Islaman dan pengetahuan akan alamnya.
KOMENTAR ANDA