DARI sekian banyak pejuang perempuan asal Indonesia, kiranya pantas nama Cut Putri disandingkan. Semangat pantang menyerah, meskipun hati sakit tersayat sembilu, patut menjadi inspirasi bagi banyak perempuan di luar sana.
Cut Putri bukan perempuan biasa. Namanya besar ketika ia dengan berani mengabadikan peristiwa bersejarah, tsunami, yang menyapu pesisir Aceh, 26 Desember 2004. Kala itu, tidak ada yang tahu jika telah terjadi terjangan air nan dahsyat yang meluluhlantakkan Aceh Besar dan merenggut ratusan ribu nyawa.
Saat itu, perempuan lulusan Universitas Padjajaran ini baru berusia 15. Rekamannya tentang tsunami Aceh tersebar di berbagai oulet media internasional. Putri berhasil mengabadikan kejadian yang menewaskan kurang lebih 230 ribu warga Aceh, hanya dalam hitungan 18 menit.
Putri tengah memperagakan saat dirinya merekam kejadian tsunami Aceh, 18 tahun yang lalu.
Dan sekali lagi, Cut Putri bukanlah perempuan biasa. Ia memiliki Yayasan dan aktif di bidang pendidikan. Darah Sultan Aceh pun mengalir di tubuhnya Putri. Perempuan itu juga merupakan salah satu lulusan terbaik di universitas bergengsi di Indonesia dan Amerika.
Tumbuh besar di Aceh dan menjadi salah satu korban tsunami, membuat hati Putri tergerak untuk melakukan berbagai kegiatan sosial. Ia diketahui memiliki yayasan Cut Putri Foundation dan memimpin yayasan Darud Donya. Tak hanya itu, perempuan yang sempat mengenyam pendidikan magister di Amerika Serikat ini sangat aktif di bidang sejarah, pendidikan, budaya, dakwah, dan agama.
Kisah Cut Putri semakin mencuat, ketika tahun lalu dengan berani ia menyurati Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, untuk meminta bantuan atas sejumlah pembangunan di Aceh. Putri resah akan kondisi warisan Islam di Aceh, yang cepat atau lambat dimusnahkan karena pembangunan proyek.
Untuk diketahui, pemerintah Banda Aceh kembali melanjutkan pembangunan proyek IPAL di Gampong Pande, kota setempat, pada akhir Februari 2021.
Bukan tanpa alasan Putri menyurati Erdogan. Dalam surat tersebut, Putri meminta bantuan Turki untuk menyelamatkan khazanah dan warisan Islam Asia Tenggara di Aceh. Kondisi warisan tersebut sedang dalam masa kritis dan terancam dimusnahkan.
Menurut Cut Putri, situs sejarah itu termasuk makam kuno para raja dan ulama kesultanan Aceh Darussalam. Ada juga makam para ulama dan perwira pasukan Turki Usmani, yang dulu dikirim oleh Sultan Turki Utsmani, untuk membantu kesultanan Aceh.
Kiranya, kisah semangat putri Aceh yang pemberani ini bisa menginspirasi para perempuan dan Sahabat Farah di luar sana.
KOMENTAR ANDA