Mendengarkan dan tenang, dua kata kunci saat seorang muslim mendengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an/Net
Mendengarkan dan tenang, dua kata kunci saat seorang muslim mendengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an/Net
KOMENTAR

HANYA Allah Swt yang benar-benar mengetahui apa yang terbersit di hati mereka, tatkala menyawer seorang qariah yang sedang melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Apakah senyuman ketika ‘mengguyur’ berlembar-lembar uang di atas kepala itu sesuatu yang positif atau malah sebaliknya?

Apabila merujuk kepada Al-Qur’an, sudah tegas sekali adab yang diterangkan pada surat Al-A’raf ayat 204, yang artinya, “Jika dibacakan Al-Qur’an, dengarkanlah (dengan saksama) dan diamlah agar kamu dirahmati.”

Tidak diragukan lagi ketegasan aturan yang dikandung ayat ini, bahwa apabila kita mendengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an, sikap yang benar itu adalah mendengarkan dan tenanglah.

Sementara itu, saweran merupakan tradisi lokal yang tujuannya menghargai seseorang yang bekerja. Tampaknya, aspek ini cukup memberi dampak positif selama tujuan baik itu dibingkai dengan cara yang bermartabat.

Sayangnya, tidak jarang para pemberi saweran justru hendak memamerkan kekayaannya. Suatu bentuk kesombongan yang sebenarnya tidak dapat ditoleransi.

Selama ini, aksi saweran lebih populer di dunia hiburan, semisal di pentas dangdutan. Acara bisa menjadi sangat menghebohkan tatkala ada orang-orang yang berebut mengguyur saweran.

Kembali kepada pelantun ayat suci Al-Qur’an. Untuk menjadi seorang qari maupun qariah, memerlukan biaya untuk pendidikannya. Bagaimana cara yang pantas untuk menghargai jerih payah qari-qariah dalam membaca kitab suci?

Yusuf Qaraḍawi dalam buku Berinteraksi dengan Al-Qur’an (1999: 220-221) menguraikan: Sebagian ulama berpendapat, boleh mengambil upah dari mengajarkan Al-Qur’an. Sebab dalam Shahih Bukhari, diriwayatkan hadits “Yang paling layak bagi kalian mengambil upahnya adalah mengajar kitab Allah.”

Abu Laits berkata dalam kitab Al-Bustan, “Mengajar dilakukan dengan tiga bentuk. Pertama, dengan tujuan untuk beribadah saja dan tidak mengambil upah. Kedua, mengajar dengan mengambil upah. Ketiga, mengajar tanpa syarat dan jika diberikan hadiah ia menerimanya.”

Yang pertama, mendapatkan pahala dari Allah Swt, karena itu adalah amal para nabi. Yang kedua, diperselisihkan. Sebagian ulama mengatakan, “Tidak boleh” dengan dalil sabda Rasulullah Saw, “Sampaikan dariku walau hanya satu ayat.”

Sementara sebagian ulama lain berkata, “Boleh”. Mereka mengatakan yang paling utama bagi seorang pengajar adalah tidak menentukan bayaran untuk menghafal dan mengajarkan baca tulis. Dan jika ia menentukan bayaran, maka aku harapkan agar tidak dilarang, karena ia membutuhkannya.

Sedangkan yang ketiga, dibolehkan oleh seluruh ulama. Sebab, Nabi Saw adalah pengajar manusia dan beliau menerima hadiah mereka. Dan, dengan dalil tentang seseorang yang tersengat hewan berbisa, kemudian dibacakan surat al-Fatihah oleh sebagian sahabat, dan orang itu selanjutnya memberikan hadiah beberapa ekor kambing atas perbuatan sahabat itu, dan setelah mengetahui itu Nabi Muhammad saw. bersabda, “Berikan aku bagian dari hadiah itu”.

Bila yang dimaksudkan saweran adalah hadiah bagi si qariah, maka para ulama membolehkannya. Walaupun begitu, tetap adabnya perlu diperhatikan. Tidak bisa disamakan pemberian hadiah dengan saweran ala acara dangdutan.

Idealnya, selama berlangsung pembacaan Al-Qur’an, tidak boleh ada kegiatan apapun selain tenang dan mendengarkan lantunan ayat-ayat suci. Ini kaidah yang tidak boleh dilanggar.

Dari itulah, bagi orang-orang yang hendak memberikan apresiasi terhadap qari atau qariah, hendaknya menyampaikan dengan baik. Dalam hal ini, menyawer kurang tepat dilakukan. Akan lebih dapat diterima jika pemberian hadiah atau apresiasi diterima sebagai bentuk penghargaan.

Para qari dan qariah itu dimuliakan oleh Allah dan Rasulullah, maka hendaknya manusia pun menunjukkan sikap penghormatan yang terbaik. Jika hendak memberikan apresiasi, niatkanlah sebagai upaya melestarikan keahlian dalam tilawah Al-Qur’an. Semoga niat tersebut mendatangkan banyak keberkahan bagi pemberi dan penerima.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur