PARENTING atau pola asuh anak adalah suatu proses untuk meningkatkan dan mendukung perkembangan fisik, emosional, sosial, finansial, dan intelektual seorang anak sejak bayi hingga dewasa.
Setiap orangtua memiliki gaya pengasuhannya masing-masing. Apapun itu, akan berdampak pada tumbuh kembang anak di masa depan. Karenanya, penting bagi orangtua untuk menentukan pengasuhan yang tepat, agar si kecil tumbuh sesuai harapan.
Salah satu teknik atau pola pengasuhan yang bisa ditiru adalah pola asuh ubur-ubur atau jellyfish parenting. Gaya pengasuhan ini cenderung lebih santai dan fleksibel. Orangtua hanya menjalankan pengasuhan dengan apa adanya dan jarang menerapkan aturan ataupun hukuman pada anak.
Tujuan dari pendekatan ini adalah mengembangkan otonomi dan kemandirian anak. Dengan begitu, orangtua memiliki banyak komunikasi dan empati positif yang mengarah pada keterikatan dan koneksi yang positif pula.
“Banyak hubungan orangtua-anak dalam gaya pengasuhan ini. Mereka lebih tampak seperti sahabat,” kata pekerja sosial di Pennsylvania, Jami Dumler, LCSW.
Hanya saja, gaya parenting ubur-ubur hanya berhasil diterapkan pada anak yang tenang dan penurut. Fleksibilitas keluarga juga mendukung penerapan gaya pengasuhan ini. Hasilnya nanti, anak tumbuh lebih percaya diri dan mandiri.
Tapi, tidak ada salahnya menerapkan pola asuh jellyfish saat anak beranjak remaja. Menurut Joaniko Kohchi, Parenting Director di Adelphi University’s Institute, orangtua bisa membangun komunikasi dan empati positif dengan anak remajanya. Membiarkan mereka menentukan pilihan sendiri dan beradaptasi dengan apa yang sudah dipilihnya.
Ciri-ciri pola asuh ubur-ubur:
- Menerapkan sedikit aturan dan memberikan sedikit harapan pada anak. Dengan harapan, anak menjadi lebih leluasa bertindak dan lebih mandiri.
- Mengalah untuk menghindari konfrontasi dengan anak, namun orangtua tetap memiliki kendali besar atas sikap anak.
“Penerapan pola asuh ubur-ubur sepertinya kurang tepat diterapkan pada anak yang masih kecil. Secara perkembangan, kemampuan memahami masalah, merencanakan solusi yang tepat, dan mengintegrasilan umpan balik ke dalam pengambilan keputusan, belum sepenuhnya berkembang,” kata Scott A Roth, PsyD, direktur klinis di Layanan Psikologis Aplikatif New Jersey.
Harapan anak bisa lebih bertanggung jawab atau tugas-tugasnya, belum bisa tercapai seutuhnya. Pada akhirnya, anak rentan mengalami kecemasan dan kurang percaya diri.
“Memang benar, seiring waktu seorang anak yang dibesarkan oleh pengasuhan ubur-ubur dapat lebih bertanggung jawab pada hidupnya sendiri. Namun, mereka kurang mengerti bagaimana memecahkan masalah, karena lebih sering ‘dibiarkan’ oleh orangtuanya,” demikian Roth.
KOMENTAR ANDA