ADA berbagai macam alasan yang dijadikan motif pelaku melakukan penculikan. Mulai dari tuntutan ekonomi, dendam, pemerasan, eksploitasi seksual terhadap anak, perdagangan anak, serta keinginan untuk menjadikannya seorang anak.
Apapun alasan tersebut, sebenarnya bisa dicegah oleh orangtua dengan pengawasan ketat terhadap aktivitas anak sehari-hari. Hanya saja, realitanya hal tersebut sulit untuk dilakukan.
Karenanya, menjadi penting bagi orangtua untuk membekali anak dengan edukasi-edukasi terkait cara berkomunikasi yang gambling saat anak berada dalam kondisi berbahaya.
Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) periode 2017-2022 Retno Listyarti mengatakan, masih cukup banyak anak di Indonesia yang belum dibekali cara-cara bagaimana ia dapat menguTarakan emosi dan proteksi diri, sehingga mereka tidak bisa meminta tolong atau menolak ajakan orang asing.
“Penting untuk mengajarkan kepada anak, bagaimana meminta tolong di situasi kerumunan. Ajarkan pula untuk tidak mudah percaya pada orang asing. Pembelajaran ini penting, agar anak memiliki keberanian untuk menolak tegas apa yang menurut mereka salah dan mencurigakan,” kata Retno.
Tidak hanya anak, lanjut Retno, orangtua pun harus mendapatkan edukasi serupa. Penting bagi orangtua untuk melindungi anak dengan berani melaporkan sesegera mungkin ke pihak berwajib jika mengalami atau melihat penculikan bahkan kekerasan terhadap anak.
“Saat orangtua sudah sigap, peran lingkungan menjadi hal terpenting selanjutnya. Warga sekitar sebaiknya responsif jika melihat hal-hal mencurigakan pada anak. Mereka bisa bantu untuk menolong dan segera melapor, terutama saat melihat anak disiksa baik oleh orangtua atau orang lain,” ujar dia.
Sediakan payung hukum yang tegas
Tidak hanya menyoroti anak, orangtua, dan masyarakat, pemerintah juga mengambil peran penting dalam perlindungan anak. Saat ini, pemerintah sudah menyediakan payung hukum yang cukup, namun masih perlu menuntaskan kewajibannya dalam memenuhi hak anak.
Kewajiban yang dimaksud adalah memberikan perlindungan khusus kepada anak yang menjadi korban, penanganan yang cepat, perawatan, pendampingan psikososial, serta memastikan keberlangsungan pendidikan anak.
“Psikolog itu susah ditemukan di daerah pelosok, karena kebanyakan terkonsentrasi di kota besar. Ini yang harus menjadi perhatian pemerintah, karena anak-anak korban kekerasan memiliki trauma sepanjang hidup,” ucapnya.
Jadi, pencegahan kekerasan terhadap anak semestinya menjadi tanggung jawab bersama. Mulai dari bagaimana orangtua mengedukasi anak untuk tidak mudah terbujuk rayuan orang lain, berkomunikasi dengan gamblang dan meminta pertolongan dari orang di sekitar, serta memberikan perlindungan pada anak dengan melaporkan segera kejadian kepada pihak berwajib.
Masyarakat pun wajib mengambil peran penting ini. Salah satunya dengan lebih peduli dan berempati terhadap segala tindak kekerasan terhadap anak. Jangan ragu untuk melapor.
Sementara pemerintah, tidak hanya membentengi anak dengan payung hukum tetapi juga menyediakan perlindungan, perawatan psikologis korban, hingga keberlangsungan pendidikannya.
KOMENTAR ANDA