EKONOMI memang menjadi hal penting dalam menjalankan skill parenting. Contohnya ketika orangtua dalam kondisi lelah, ayah dan ibu bisa menyerahkan tugas pengasuhan kepada asisten rumah tangga atau baby sitter.
Pun ketika orangtua kebingungan menghadapi si kecil yang tantrum, melakukan aksi GTM (gerakan tutup mulut) saat makan, atau cenderung menarik diri dari pergaulan sosial, maka ayah dan bunda bisa berkonsultasi dengan dokter tumbuh kembang atau psikolog anak.
Semua itu tentu hanya bisa dilakukan bila kita (orangtua) memiliki sumber dana yang cukup.
Jika demikian, benarkah parenting hanya untuk mereka yang berasal dari kelas ekonomi atas?
Privilege dalam parenting memang ada, tapi bukan lantas orangtua yang berada di level ekonomi bawah atau menengah tidak bisa mengaplikasikannya dalam kesehariannya.
Mengutip dari @parentingtruth, ada 2 opsi yang bisa dipilih oleh orangtua, tanpa memandang status sosial ekonomi. Pertama, jadilah orangtua yang selalu menyalahkan anak.
Untuk apa susah-susah belajar tentang parenting, jika satu bentakan atau satu pukulan sudah bisa menghentikan tangisan atau perilakunya yang keliru? Jika nanti anak ternyata kalah bersaing dengan anak-anak lain, kita tinggal menyalahkannya lagi. Kita selalu benar, tak perlu repot memikirkan parenting.
Kedua, jadilah orangtua yang selalu memperbaiki diri. Kita tak perlu menjadi orangtua sempurna, karena memang tak ada manusia sempurna. Tapi kita bisa menjadi orangtua yang lebih baik dari hari kemarin.
Menjadi orangtua yang tak malu meminta maaf bila berbuat salah. Menjadi orangtua yang selalu mengucapkan terima kasih atas perbuatan baik anak sekalipun itu memang kewajibannya. Juga menjadi orangtua yang mampu mendengarkan cerita anak sampai tuntas tanpa menyelanya dengan ceramah, nasihat, atau omelan.
Pilihan kedua ini adalah bukti bahwa konsep pengasuhan bukan monopoli orang-orang berduit, melainkan jalan yang dipilih berdasarkan hati nurani, kecerdasan emosi, dan pemahaman tentang nilai adab.
Siapa pun kita, berapa pun jumlah rupiah di rekening kita, pastilah tahu mana di antara pilihan pertama atau pilihan kedua yang benar, manusiawi, dan berlogika.
KOMENTAR ANDA