PERDANA Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern secara mengejutkan mengumumkan bahwa dia akan segera mundur dari jabatannya selambat-lambatnya awal Februari dan tidak akan mencalonkan diri lagi.
Sambil menahan air mata, Jacinda menjelaskan bahwa lima setengah tahun terakhir adalah waktu yang berat sebagai perdana menteri dan dia hanyalah manusia biasa yang sudah saatnya menyingkir dari berbagai pekerjaan berat tersebut.
Menurut politikus Partai Buruh ini, ia sudah berusaha untuk mempersiapkan dirinya menjalani sisa masa kepemimpinannya hingga pemilu Oktober mendatang. Tapi dia ternyata tidak bisa.
"Saya tahu akan banyak spekulasi membahas apa alasan sesungguhnya dari keputusan saya... tapi satu-satunya yang akan Anda temui adalah setelah enam tahun menjalani beberapa tantangan besar, saya (pada akhirnya) hanyalah manusia biasa. Politikus juga manusia. Kami memberikan semua yang kami punya selama kami bisa melakukannya. Tapi bagi saya, inilah saatnya (untuk turun dari kursi PM)," ujar Jacinda dalam konferensi pers di Wellington, Kamis (19/1/2023).
Pengumuman tersebut disebut pemerhati politik Ben Thomas sebagai kejutan besar mengingat Jacinda Ardern masih mendapat dukungan terbanyak sebagai perdana menteri sekalipun dukungan untuk Partai Buruh telah menurun drastis. Tak ada penerus yang jelas hingga saat ini.
Dengan bijak, Jacinda mengatakan bahwa dia mengundurkan diri bukan karena pekerjaan yang sulit, melainkan karena dia yakin orang lain akan mampu melakukan pekerjaan tersebut dengan lebih baik.
Jacinda bahkan telah memberi tahu sang putri, Neve, bahwa dia siap mengantarkan putri kecilnya untuk mulai sekolah tahun ini. Dan dia pun menyatakan diri siap menikah dengan Clarke Gayford setelah tertunda awal tahun lalu akibat COVID-19 yang menyebar luas.
Dikenal sebagai pemimpin penuh empati
Nama Jacinda Ardern mencuat pada tahun 2017 saat ia terpilih menjadi kepala pemerintahan termuda di dunia dalam usia 37 tahun.
Jacinda kala itu begitu bersemangat mengampanyekan hak-hak perempuan juga mengakhiri kemiskinan anak dan ketidaksetaraan ekonomi di Selandia Baru.
Dia menjadi pemimpin pemerintahan kedua yang melahirkan saat menjabat perdana menteri, setelah Benazir Bhutto dari Pakistan.
Banyak pihak melihat sosok Jacinda sebagai bagian dari gelombang pemimpin perempuan progresif, termasuk juga PM Finlandia Sanna Marin yang juga masih berusia muda (37 tahun).
Jacinda Ardern dikenal sebagai sosok pemimpin penuh empati. Terbukti saat ia mengenakan hijab saat mengunjungi komunitas Muslim setelah penembakan massal di dua masjid di Christchurch tahun 2019 yang menewaskan 51 orang.
Jacinda menyebut aksi itu sebagai terorisme dan dengan lantang menyuarakan persatuan umat manusia yang dilandasi kasih sayang. Ia berjanji akan menyampaikan reformasi hukum kepemilikan senjata. Sikap sang PM begitu membekas di hati keluarga korban penembakan massal Christchurch.
"Jacinda Ardern telah menunjukkan pada dunia bagaimana memimpin dengan kecerdasan dan kekuatan. Dia menunjukkan bahwa empati dan wawasan adalah kualitas kepemimpinan yang kuat," ujar PM Australia Anthony Albanese menanggapi pengumuman pengunduran diri koleganya tersebut.
Demikian pula dalam penanganan pandemi COVID-19, Jacinda dinilai sukses memberlakukan strategi lockdown ketat yang membuahkan salah satu angka kematian terendah di dunia.
Meski demikian, angka inflasi yang meningkat dan bank sentral yang agresif menaikkan tingkat uang tunai, telah mengakibatkan naiknya angka kriminalitas. Tak pelak, popularitas sang PM terus menurun selama satu tahun terakhir, seperti dikutip dari Reuters.
KOMENTAR ANDA