TRAUMA merupakan luka batin yang disebabkan dari peristiwa buruk yang menimpa diri seseorang. Umumnya peristiwa buruk yang terjadi tersebut menyebabkan orang yang mengalaminya merasa tidak aman dan tidak berdaya. Ia merasa dunia penuh bahaya.
Ternyata trauma tidak hanya berdampak pada orang yang mengalaminya namun juga berpengaruh terhadap anak dan keturunan dari orang tersebut.
Kondisi itu dapat terjadi karena trauma memicu perubahan pada struktur DNA seseorang. Perubahan tersebut disebut metilasi DNA.
Dikutip dari Psycom, trauma dapat meninggalkan bekas kimia pada gen seseorang, yang dapat diturunkan ke generasi mendatang. Tanda ini tidak menyebabkan mutasi genetik, tetapi mengubah mekanisme ekspresi gen. Perubahan ini bukan genetik tetapi epigenetik.
Profesor asosiasi di Weill Cornel Medicine, Dr. Chris Mason mengatakan epigenetik dalam istilah yang disederhanakan adalah studi mengenai mekanisme kontrol ekspresi gen.
Mason mengatakan bahwa salah satu bukti epigenetik terjadi ketika periode kelaparan berkepanjangan yang terjadi di Belanda menjelang akhir Perang Dunia II.
Pada saat itu Nazi memblokir pasokan makanan pada Oktober 1944, membuat sebagian besar warga Belanda berada dalam kondisi kelaparan. Pada saat itu ada sejumlah perempuan yang sedang hamil berada dalam kondisi kelaparan, dan ternyata berdampak pada janin yang mereka kandung. Kondisi tersebut menyebabkan para ibu dan janin yang mereka kandung mengalami trauma.
Akibatnya, bayi-bayi dari perempuan yang kelaparan tersebut dilahirkan dengan berat di atas rata-rata, karena janin-janin bereaksi terhadap kondisi tersebut dalam rangka mempertahankan diri.
Ketika bayi tersebut tumbuh dewasa dan mencapai usia paruh baya, mereka memiliki kadar kolesterol LDL (jahat) dan tingkat trigliserida yang tinggi. Mereka juga rentan mengidap obesitas, diabetes, penyakit kardiovaskular, dan skizofrenia.
Hal tersebut membuktikan bahwa trauma bukan hanya sekadar gangguan secara psikologis, namun juga secara biologis. Dan faktor yang menentukan dari sifat yang diturunkan adalah struktur DNA.
Perubahan DNA yang ditimbulkan karena trauma tersebut akan menurun kepada anak dan cucunya. Dan bila mereka berhadapan dengan situasi serupa dengan yang dialami oleh leluhur mereka, maka mereka lebih rentan stres bahkan cenderung menunjukkan reaksi seperti anxiety alias kecemasan berlebih.
KOMENTAR ANDA