KOMENTAR

PUNCAK kebaikan diri seorang manusia adalah ketika dia tahu diri.

Dia memahami bahwa dia adalah seorang hamba yang wajib bersujud. Dia memahami bahwa kehidupannya telah bertabur berjuta nikmat, dan bersujud adalah cara untuk bersyukur pada Sang Pemberi Rezeki.

Ketika dia menyepelekan waktu sujudnya, maka bisa dikatakan dia tak punya adab, tak tahu terima kasih, dan sungguh kurang ajar sebagai hamba.

Ustaz Andre Raditya, Founder Nasi Jumat Indonesia, menulis, “Tidak bisa disebut orang baik sebelum ia menikmati salatnya mengalahkan kenikmatannya bermuamalah dengan manusia.”

Karena itulah tak salah bila kita mengatakan kualitas seseorang bisa terlihat dari salatnya. Terutama pada salat wajibnya.  Bukan sekadar berdiri, membungkuk, bersujud, duduk, dan berdiri lagi, tapi “menyalatkan hati dan pikiran” untuk bisa khusyuk.

Ketika seseorang menyepelekan salatnya, maka ‘terbuka’lah siapa dirinya; seseorang yang tidak disiplin, tidak amanah, bermuka dua, dan tidak punya tujuan yang jelas dalam hidupnya.

Ia mati-matian terlihat istimewa di mata orang lain, tapi menolak untuk menjadi mulia di hadapan Sang Pencipta. Ia merasa kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan selama inilah yang membuatnya bertabur kesuksesan.

Namun bagaimana dengan orang yang sudah salat tapi belum baik hidupnya?

Pasti ada yang salah dengan salatnya.

Apakah ia benar-benar mengingat Allah Swt. di sepanjang salatnya? Atau hanya sesaat, dan selebihnya pikirannya dirasuki urusan dunia. Sibuk memikirkan ini dan itu.

Ia bukan menjadikan salat sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan Allah, melainkan menjadikannya sebagai topeng untuk menutupi keburukan hatinya.

Salat menjelma menjadi pertunjukan. Sikap salehnya hanya kepura-puraan.

Maka sehebat apa pun seseorang, ketika dia menyepelekan salat, maka runtuhnya kualitas dirinya. Pasti ada masalah dalam karakternya. Karena dia berani menyepelekan Penciptanya.

Dan sebaliknya, ketika kita mendapati seseorang begitu memelihara salatnya, takut bahwa salatnya tak bisa sempurna, dan memilih meninggalkan urusan dunia demi menomorsatukan salat, maka sejatinya kita melihat kualitas terbaik dari seorang manusia.

Ia tidak dikalahkan oleh tipu daya dunia dan menyadari bahwa semua urusan dunia hanyalah sementara. Ia menyadari yang abadi adalah akhirat. Dan salat menjadi alarm pengingat dalam hidupnya.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur