NIATNYA cukup mengharukan, sebab dirinya bertekad menghentikan minum softdrink yangdipercaya tidaklah sehat. Demi memperoleh sesuatu yang lebih bermanfaat, perempuan muda itu pun beralih kepada jus buah kemasan.
Tak tanggung-tanggung, si gadis periang pun membagi-bagikan berbotol-botol jus buah secara cuma-cuma kepada para teman. Mudah ditebak, berhubung barang gratisan maka terjadilah aksi rebutan jus buah.
Hanya saja, ada satu orang rekannya yang diam mematung, dirinya tetap saja tidak mau menyentuh botol-botol jus yang tersisa. Saat didesak, dia menolak atas alasan tidak adanya sertifikasi halal.
Teman-temannya pun kaget. Mereka tidak habis pikir, kenapa jus buah pun perlu sertifikasi halal? Apa itu tidak berlebihan?
Tidak perlu dong sertifikasi halal terhadap buah-buahan, kita makan pisang, apel, mangga, salak, rambutan, anggur, dan lainnya tanpa perlu memastikan logo halal. Buah-buahan adalah bahan alami yang tidak tergolong diharamkan oleh syariat agama.
Buah-buahan yang kaya dengan vitamin sangat bermanfaat bagi kondisi tubuh. Sebagai sumber air, sumber gizi, sumber antioksidan adalah di antara khasiat buah-buahan sering dianjurkan dikonsumsi oleh pihak kesehatan.
Kemudian hari, manusia semakin butuh yang serba praktis, sehingga mengupas,
memotong, bahkan mengunyah buah pun terasa menyita waktu. Muncullah jus buah yang tinggal disedot, lalu jus tersebut dikemasan dengan sangat cantik, sehingga semakin mempermudah kebutuhan hidup manusia.
Namun, keberadaan jus buah dalam kemasan menimbulkan cerita yang berbeda, karena berbagai bahan tambahan telah memperkaya jus buah tersebut.
Titis Sari Kusuma & Adelya Desi Kurniawati dalam buku Makanan Halal dan Thoyyib (2021: 110-111) menguraikan: Sari buah atau jus adalah cairan yang terdapat secara alami dalam buah-buahan. Sari buah populer dikonsumsi manusia sebagai minuman. Biasanya dibuat dengan cara memblender buah-buahan bersama sedikit air dan takaran gula yang sesuai.
Dengan berkembangnya zaman, sari buah mulai diproduksi massal dengan penambahan bahan lain seperti asam sitrat, pewarna, gelatin dan enzim pektinase.
Secara terperinci titik kritis kehalalan sari buah sebagai berikut:
1. Asam sitrat: menjadi titik kritis halal apabila diproduksi secara mikrobial, sehingga perlu ditelusuri media pertumbuhan mikroba tersebut.
2. Pewarna: menjadi titik kritis jika pewarna ini dalam bentuk larutan atau dalam bentuk padatan. Jika dalam bentuk larutan, maka titik kritis pewarna ini adalah jenis pelarut yang digunakan. Adapun jika dalam bentuk padatan, titik kritis pewarna ini adalah bahan penyalutnya.
3. Gula: gula menjadi titik kritis saat proses pemurnian yang menggunakan resin dan arang aktif. Keduanya berasal dari tulang hewan, sehingga perlu ditelusuri jenis dan asal hewannya.
4. Enzim pectinase: penggunaan enzim ini menjadi titik kritis apabila enzim diproduksi secara mikrobial. Sehingga perlu ditelusuri media pertumbuhan mikroba tersebut.
5. Gelatin: sama halnya dengan arang aktif dan resin, gelatin ini harus jelas dari mana. Jika berasal dari hewan, maka perlu ditelusuri jenis hewan, cara pemingsanan, dan cara penyembelihannya.
Cukup banyak ternyata titik kritis pada jus buah yang sudah dikemas, dan jangan sampai tidak terlacak oleh konsumen muslim. Kelima titik kritis itu berpeluang besar berasal dari bahan-bahan yang diharamkan.
Dengan demikian, sikap hati-hati dari kisah pembuka patut diancungi jempol. Bagus-bagus saja sih minum jus buah dalam kemasan, hanya saja logo halal tentunya yang paling bikin nyaman.
KOMENTAR ANDA