TES INTELLIGENCE QUOTIENT alias tes IQ dianggap banyak orang sebagai salah satu standar kecerdasan seseorang.
Meskipun tak salah, namun dalam kehidupan sehari-hari, IQ tidak bisa dijadikan patokan satu-satunya bagi seseorang untuk berhasil dan berdaya.
Saat ini, seiring dengan semakin banyaknya sekolah menawarkan kurikulum pendidikan modern yang mengklaim ramah anak dan berpusat pada anak, orang tua pun 'berlomba' memasukkan anak ke sekolah idaman orang tua.
Karena itu, tak sedikit para ibu (terutama ibu muda) yang memanfaatkan tes IQ sebagai salah satu 'pengukur' kecerdasan anak untuk bisa diterima di sekolah.
Banyak pula ibu yang mendaftarkan anak mereka untuk tes IQ untuk melihat seberapa cerdas si anak sebagai bahan pertimbangan memilih cita-cita masa depan.
Pertanyaannya, apakah tes IQ juga diperlukan bagi anak usia dini (usia pra-sekolah)?
Praktisi pendidikan yang juga Pendiri Sekolah Cikal Najeela Shihab menegaskan bahwa tes IQ—apalagi yang dilakukan saat anak masih balita—tidak bisa dijadikan tolak ukur yang tetap.
"Saya paham, untuk memenuhi kebutuhan anak misalnya memilih pra sekolah yang tepat, juga menentukan stimulasi yang tepat untuk perkembangan anak, salah satu yang dianggap alat bantu adalah dengan tes IQ. Tapi, tes IQ di usia anak 2,5 tahun atau yang lebih besar dari itu sebelum usia sekolah, seringkali hasilnya tidak stabil. Kalaupun skornya tinggi, tidak berarti anak itu—yang mendapat skor cerdas istimewa misalnya—akan mendapat skor yang sama jika nanti dites lagi,"ujar Najeela seperti dikutip dari unggahannya di Instagram @najeelashihab.
Yang perlu diwaspadai adalah, saat anak usia dini mendapat skor IQ tinggi, orang tua juga guru di sekolah sudah berekspektasi bahkan memberikan perlakuan yang berbeda. Hal itu tentunya bisa berdampak buruk pada psikologis anak.
Anak yang terlanjur mendapat julukan gifted atau si jenius bisa menjadi pribadi yang tidak berani berbuat salah, tidak berani mengambil risiko, bahkan bukan tak mungkin depresi bila tidak mampu memenuhi ekspektasi orang tua dan gurunya.
Dari pengalamannya di dunia pendidikan, kakak Najwa Shihab itu mengatakan bahwa banyak anak usia dini mendapat hasil tes IQ tinggi, tapi semua keunggulan tersebut tidak muncul saat mereka dites kembali di usia belasan.
Najeela menyarankan orang tua berpikir tentang kegunaan tes IQ di usia dini bagi anak.
Dalam sejumlah kasus, ada anak yang memang butuh dievaluasi jika terlihat disabilitas atau kebutuhan khusus tertentu.
"Tapi untuk anak usia 2,5 tahun, keperluan tes tidak signifikan bagi si anak. Jika alasannya untuk menentukan stimulasi yang tepat, anak usia dini memerlukan sebanyak-banyaknya stimulasi tanpa memandang tingkat IQ-nya. Artinya, evaluasi psikologi terkait IQ belum diperlukan," jelas Najeela.
Lebih lanjut, putri Quraish Shihab itu mengatakan bahwa orang yang mengetes si anak juga akan mempengaruhi hasil tes. Karena kita tahu bahwa tes IQ anak usia dini tidak melibatkan instrumen medis, tapi melibatkan penguji. Hasil tes IQ cenderung menggambarkan kemampuan anak dalam kondisi spesifik saat itu.
"Ada pengetes yang sudah terbiasa (piawai) menangani anak kecil, ada yang justru kehadirannya membuat anak takut. Dan hal itu berpengaruh ke hasil tes IQ," pungkasnya.
KOMENTAR ANDA