DUNIA Pendidikan Indonesia semakin memperhitungkan perempuan untuk memimpin lembaga pendidikan tinggi. Indonesia saat ini sudah memiliki lebih dari 10 rektor yang memimpin universitas-universitas di seluruh Tanah Air.
Salah satunya adalah Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A yang menjabat sebagai Rektor Universitas Hasanuddin, Makassar pada periode 2014 hingga 2022. Namanya tercatat dalam sejarah bangsa dengan menjadi rektor perempuan pertama di universitas terbesar di Indonesia Timur itu.
Prof. Dwia lahir di Tanjung Karang, Lampung pada 19 April 1964. Dia adalah guru besar Sosiologi Universitas Hasanuddin yang mulai mengajar sejak tahun 1989. Dia adalah istri dari Natsir Kalla, adik kandung mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
Diketahui bahwa Prof. Dwia melanjutkan kuliahnya di Filipina dalam kondisi sudah menikah dan memiliki tiga anak. Terlebih di zaman dulu, stereotip perempuan adalah tidak mampu memiliki pendidikan tinggi. Kisah perjuangannya meraih cita-cita kerap dibagikannya kepada para mahasiswa agar selalu bersemangat mengejar mimpi.
Prof. Dwia merupakan lulusan S1 Sosiologi Universitas Airlangga, Surabaya dan lulusan S2 Sosiologi Universitas Hasanuddin. Prof. Dwia mendapat gelar Master of Arts dalam bidang Sosiologi di Ateneo de Manila University, Filipina. Jenjang doktoral Konsentrasi Sosiologi ditempuhnya di Universitas Hasanuddin pada kurun 2001 hingga 2005.
Tak hanya akademik formal di kampus, Prof. Dwia juga mengikuti banyak pendidikan singkat dan non gelar di luar negeri. Dua di antaranya adalah short course "Religion Pluralism" di New York University (1998) dan program academic recharging "International of Higher Education" di Helenic American University, Yunani (2009).
Kariernya sebagai petinggi universitas tidak membuat Prof. Dwia berkurang aktivitasnya di ranah sosial.
Dia tercatat aktif di Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia bahkan dipercaya sebagai Wakil Ketua Koordinasi Hubungan Luar Negeri dan Hankam ICMI periode 2011-2016. Prof. Dwia juga menjalin hubungan baik dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dengan menjadi Koordinator Advisory BANGUN MANDAR (Gerakan Pembangunan Desa Berbasis Mandiri) sejak tahun 2009.
Pun dalam bidang sosiologi yang menjadi keahliannya, Prof. Dwia diberi amanah menjadi Ketua Nasional Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) sejak tahun 2013 hingga 2016.
Di tahun politik 2019, Prof. Dwia terpilih menjadi salah satu panelis untuk Debat Cawapres Pemilu 2019 yang mempertemukan Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno.
Banyak orang mengagumi sosoknya. Salah satunya akun @akbarbuku yang menulis di tahun 2019 tentang sosok Prof. Dwia yang mengajarkan tentang standar kepemimpinan yang patut diteladani.
Di usia yang sudah melewati 50 tahun, Prof. Dwia mampu menunjukkan kebugaran dari segi fisik, intelektual, juga rohani. Salah satu buktinya, Prof. Dwia datang 15 menit lebih awal dari jadwal acara olahraga bersama dan tak menurun staminanya setelah melakukan lari dan senam.
Prof. Dwia juga seorang penulis buku. Karyanya, Damai di Bumi Sawerigading terbit di tahun 2020. Buku tersebut membahas konflik komunal yang banyak terjadi di Tanah Air pascakrisis ekonomi 1998, khususnya konflik dan kekerasan di Luwu, Sulawesi Selatan.
Dalam buku tersebut, Prof. Dwia juga menyorot fakta bahwa kekerasan tidak terjadi merata di semua tempat. Ada sejumlah tempat yang menurutnya tetap dalam kondisi cukup aman dan damai meski warganya mengalami transformasi politik dan krisis ekonomi.
KOMENTAR ANDA