Ilustrasi/ Net.
Ilustrasi/ Net.
KOMENTAR

IMPOSTER syndrome secara sederhana diartikan sebagai kondisi psikologis seseorang yang merasa tidak pantas meraih kesuksesan yang ia raih. Ia merasa was was, khawatir suatu saat orang-orang akan menuduhnya penipu dan tidak berhak atas prestasi yang telah dicapai.

Imposter syndrome ini menjadi salah satu jenis mental block yang dialami banyak perempuan. Stigma yang kadung ‘abadi’ adalah bahwa perempuan tak punya kemampuan untuk meraih pendidikan tinggi dan karier menjulang. Perempuan cukuplah berkutat di sumur, dapur, dan kasur.

Apakah imposter syndrome bisa terjadi pada remaja putri, terutama mereka yang telah memasuki usia belasan?

“Kalau berbicara seputar klinik psikologi, keluhan semacam ini memang banyak yang muncul. Namun perlu diperhatikan, imposter syndrome ini belum masuk kategori diagnosis dalam dunia psikologis. Imposter syndrome biasanya berwujud perasaan tidak pantas untuk meraih keberhasilan. Dan bisa saja, perasaan tidak pantas ini terkait dengan self-esteem (keyakinan diri) yang rendah. Dan ini menjadi salah satu gejala dari individu yang mengalami depresi,” terang Psikolog Sekolah Islam Terpadu Auliya yang juga Psikolog Diaz Centre, Bintaro, Dian Inayatullah Yafie, AMd. OT, M. Psi., Psikolog dalam wawancara khusus bersama Farah.id.

Bagaimana seorang remaja putri bisa mengalami imposter syndrome?

Menurut Psikolog Nayu, banyak hal bisa berkontribusi menghasilkan imposter syndrome pada diri remaja putri. Namun tetap saja, hal yang paling mempengaruhi adalah pola pengasuhan di rumah. Ditambah lagi bagaimana pola situasi pergaulan dan kehidupan akademiknya di sekolah.

Untuk mengatasinya, mengingat pola pengasuhan adalah sumbernya, maka orang tua harus bijak menyikapinya demi menumbuhkan rasa percaya anak terhadap kemampuan dirinya.

Alumnus Universitas Indonesia ini membagikan dua kiat mengatasi imposter syndrome pada remaja putri.

“Yang pertama, anak butuh diapresiasi secara spesifik. Orang tua harus tahu bidang apa saja yang dikuasai anak, dan fokuslah pada kemampuannya tersebut. Jangan pelit untuk mengapresiasi keberhasilan anak.”

Mendapat pengakuan dari orang tua dan lingkungan sekitar terhadap kemampuannya, sudah pasti akan menjadi motivasi kuat untuk remaja tersebut menjadi percaya diri.

“Adapun yang kedua, sebisa mungkin kurangi dan hindari over critism,” ujar Psikolog Nayu.

‘Hujan’ kritik yang berlebihan hanya akan membuat seorang remaja merasa selalu salah. Bukan tidak mungkin kritik lebih banyak menyasar hal yang tidak krusial.

Jika itu terus terjadi, jangan salahkan jika gadis remaja kita tumbuh tanpa memiliki keyakinan terhadap kemampuan dirinya sendiri.




Mengapa Mengasuh Anak Sekarang Jauh Lebih Sulit Dibandingkan Dulu?

Sebelumnya

Mata Ibu, Silvia Menjadi Komentator Bola bagi Anaknya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Parenting