KRISIS air di daerah gurun tandus Arabia bukanlah persoalan yang bisa disepelekan. Rasa haus tidak saja mencekik kerongkongan, tapi juga mengancam nyawa.
Ancaman itu ternyata menjadi peluang besar bagi seorang cukong Yahudi. Hanya bermodalkan sebuah sumur, ia langsung tajir melintir. Kala itu Madinah tengah dilanda kemarau parah dan hanya sumurnya yang masih berair. Di atas derita rakyat, si cukong Yahudi seenaknya menjual air dengan harga tinggi, tidak lagi masuk akal.
Jeritan rakyat langsung dimengerti oleh Rasulullah, yang kemudian mengeluarkan sebuah hadis imbauan. Beliau ingin kezaliman itu diakhiri oleh dermawan, meski menebus sumur itu pastinya sangatlah mahal.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah pada kitabnya Zadul Ma'ad (2008: 421) menceritakan:
Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang bersedia membeli sumur Ruma dan memperuntukannya bagi kaum muslimin, maka baginya sesuatu yang jauh lebih baik di surga.”
Gayung bersambut, Usman bin Affan, sang konglomerat muslim, menerima seruan Rasulullah. Baginya, harga sumur yang luar biasa mahal tidak mengapa untuk sebuah pertolongan. Sumur pun dibeli dan Usman menggratiskan airnya untuk segenap penduduk Madinah.
Harga 12 ribu dirham dari si Yahudi langsung dilunasi oleh Usman bin Affan, meski itu harga yang teramat mahal untuk sebuah sumur.
Kepada si Yahudi, Usman berkata, “Kamu pilih, apakah satu hari untuk kamu dan satu hari untukku, ataukah kamu menurunkan timba kamu dan aku juga menurunkan timbaku?”
Si Yahudi pun memilih cara satu hari untuknya dan satu hari untuk Usman. Lalu orang-orang mengambil air dari sumur tersebut pada hari giliran Usman untuk persediaan dua hari, sehingga si Yahudi itu berkata, “Kamu telah merusak sumurku. Kalau begitu, belilah sekalian sisanya.”
Maka Usman membelinya seharga 8 ribu dirham.
Sekalipun si Yahudi dipenjualan tahap kedua banting harga, tetap saja Usman bin Affan mengorbankan hartanya dalam jumlah fantastis. Namun Usman bin Affan tidak berpikir bagaimana caranya modal kembali. Beliau tetap istikamah menggratiskan air sumur itu tanpa syarat atau ketentuan apapun.
Luar biasanya, pengorbanan Usman bin Affan terus berkelanjutan. Pernah pula datang musim paceklik yang membuat penduduk Madinah kelaparan massal. Usman bin Affan yang baru pulang berniaga di Syam membawa banyak keuntungan berupa barang-barang sembako. Tanpa berpikir panjang, Usman langsung menyumbangkan seluruh keuntungan bisnisnya.
Semuanya dipersembahkan oleh Usman bin Affan, tanpa dirinya merasa perlu memasang istilah terlalu banyak untuk menolong. Karena karunia yang dianugerahkan Allah Swt kepada dirinya justru tak terhingga, bahkan tidak dapat ditakar oleh siapapun.
Kesucian hati yang dimiliki Usman bin Affan tercermin dalam makna yang sangat menakjubkan. Dia bukanlah dermawan kelas recehan, melainkan penderma yang memiliki totalitas dalam beramal. Kemurahan hati tidak pernah membuatnya jatuh miskin, yang ada malah hartanya terus bertambah hingga menjadi konglomerat yang legendaris.
Jadi kapan kita mencurahkan pertolongan secara totalitas itu?
Ya, pada setiap kali menolong, kita memang perlu total. Namun, pada masa-masa kritislah bantuan itu sangatlah berharga, terlebih lagi jika sudah berhubungan dengan membela nyawa banyak orang. Kita menjadi mulia jika mempersembahkan yang terbaik dari yang dimiliki tanpa khawatir akan mengalami kemiskinan.
Orang-orang yang butuh pertolongan itu adalah makhluk ciptaan Allah Swt. Selagi tulus ikhlas menolong hamba-hamba Allah, niscaya rezeki kita akan terus dilapangkan oleh-Nya, insyallah seperti yang dialami Usman bin Affan.
KOMENTAR ANDA