Penampakan Gaziantep dari map udara/Farah.id
Penampakan Gaziantep dari map udara/Farah.id
KOMENTAR

NAMA resminya Gaziantep, secara harafiah berarti Pejuang Antep. Nama ini mulai digunakan secara resmi pada tahun 1921, untuk mengenang perjuangan laskar Turki menghadapi gempuran Prancis yang berlangsung antara 1920 sampai 1921.

Tak kurang dari 6.000 pejuang Turki yang sebagian besar rakyat sipil tewas dalam pertempuran itu. Adapun Prancis mengakui, jumlah tentara mereka yang tewas sebanyak 1.600 orang termasuk beberapa perwira tinggi.

Secara teknis, pertempuran dimenangkan oleh Prancis. Turki-Kemalis menyerah kalah pada 9 Februari 1921, 102 tahun yang lalu.

Tapi walau memenangkan pertempuran, Prancis akhirnya memilih angkat kaki pada Oktober 1921.

Perjanjian yang mengakhiri Perang Turki-Prancis yang berlangsung sejak 1918 itu ditandatangani diplomat Prancis Henry Franklin-Bouillon dan Menlu Turki Yusuf Kemal Bey.

Sebelum menjadi Gaziantep, kota ini dikenal dengan banyak nama, yang berbunyi kurang lebih sama. 

Saya kutipkan dari Wikipedia:
Tentara Salib yang merebut kawasan ini di abad ke-11 menyebutnya Hantab, Hamtab, atau Hatab.
Orang Armenia yang pernah menduduki kawasan itu di abad ke-17 menyebutnya Antab.
Aīntāb (عين تاب) dalam tradisi Ottoman Turkish
'Aīntāb (عينتاب) dalam bahasa Arab
Êntab atau Dîlok dalam bahasa Kurdis
Aïntab atau Verdun dalam bahasa Prancis

Kemarin Gaziantep jadi pembicaraan di dunia. Gempa berkekuatan 7,8 SR mengguncang kawasan Anatolia dini hari sekitar pukul 04.00 waktu setempat.

Catatan terakhir yang saya ikuti menyebutkan korban tewas setidak 3.800 orang dan diperkirakan masih banyak yang belum ditemukan di bawah puing dan reruntuhan bangunan.

Sekitar 2.300 korban tewas di bagian Turki, dan selebihnya di Suriah yang bertetangga dengan Turki.

Di wilayah Turki disebutkan korban luka-luka sebanyak 14.400 orang dan di Suriah sebanyak 3.400 orang.

Benteng Gaziantep termasuk salah satu bangunan bersejarah yang rusak parah. Benteng yang berada di satu bukit di pusat Gaziantep ini dibangun pada abad ke-18 Sebelum Masehi oleh penguasan Kussara. 

Di bulan Maret 2003, hampir 20 tahun lalu, saya pernah melintasi kawasan Anatolia ini. Tidak persis melintas Gaziantep.

Dari Damaskus naik bis malam menuju Ankara. Perjalanan ditempuh selama 10 jam. Melintasi Homs dan Aleppo, yang sayangnya karena malam hari tak bisa saya nikmati keindahan alamnya.

Pagi hari, bis tiba di Antakya. Di kota yang dibelah Sungai Arsi. Istirahat sekitar satu jam, lalu bis melanjutkan perjalanan. Melintasi Iskanderun di tepi Mediterania.
Di pelabuhan Iskanderun, saya melihat antrean kendaraan militer yang begitu banyak. Hari-hari itu Amerika Serikat menambah kekuatan mereka di kawasan, khususnya di sisi utara Irak. Kendaraan-kendaraan tempur itu akan dikirim ke pangkalan militer AS di Diyarbakir.

Dari Diyarbakir inilah pasukan darat AS merengsek memasuki Irak, sekitar 1.000 km di selatan. 

Dari Iskanderun, bis yang saya tumpangi melanjutkan perjalanan ke utara melintasi Osmaniye, belok kiri ke Adana dan kembali ke utara menuju Ankara.
Secara umun itu perjalanan yang menyenangkan. Salju mulai mencair, dan kebun zaitun adalah pemandangan yang mendominasi.

Saat catatan ini saya mulai, saya berada persis di atas Anatolia dalam penerbangan menuju Istanbul. Melihat peta di layar monitor, dan teringat pada Gaziantep dan korban yang berjatuhan, dalam bencana buatan manusia, dan bencana buatan alam, yang kesemuanya itu terjadi atas izin Tuhan.




Stella Christie: AI Mempercepat Proses Superhuman Performance, Memungkinkan Kita Melakukan Apa yang Paling Membahagiakan

Sebelumnya

Datang ke Jawa Timur, Jelajahi 3 Tempat Wisata Alam Hidden Gem Ini

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Horizon