MEDIA sosial baru saja dihebohkan dengan kisah seorang bocah laki-laki yang baru duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), di Palembang. Ia meninggalkan rumah, karena mengaku sering mendapat perlakuan yang kurang baik dari sang ibu. Sebut saja H, inisial nama bocah itu.
Sebelum meninggalkan rumah, H menuliskan sebuah surat yang ditujukan kepada sang Bunda. Isinya cukup menyentuh hati. H meminta agar sang Bunda tidak lagi mencarinya dan berterima kasih karena telah diurus sejak kecil.
“Bunda, makasih udah besarin aku. Aku tidak sanggup lagi. Makasih Bunda, jangan cari aku,” tulis H, yang viral di media sosial.
Sebenarnya, ini bukan pertama kali H pergi meninggalkan rumah. Pernah, pada November 2022 ia dikabarkan tidak pulang ke rumah setelah pulang sekolah, sekitar pukul 14.00 WIB. Ia pergi saat orang tuanya tidak ada rumah. Kepergiannya sempat terekam CCTV kompleks.
Yang menjadi pertanyaan kemudian, mengapa H mengulang perbuatannya? Apa yang salah?
Setiap orang tua pasti tidak pernah menyangka akan mengalami hal demikian, ditinggalkan anak, pergi dari rumah tanpa izin, karena alasan kurang kasih sayang, selalu dimarahi, atau tidak pernah diperhatikan.
Tapi kenyataan, hampir semua remaja pernah berpikir untuk melarikan diri, setidaknya sekali hanya saja. Di sinilah pentingnya pengetahuan orang tua ketika anak kabur dari rumah.
Alasannya beragam, bisa saja anak sedang terjebak dalam situasi yang penuh tekanan sehingga memutuskan untuk meninggalkan rumah. Alih-alih menghadapi masalah, anak justru memilih lari.
Untuk mencegah hal demikian, penting bagi orang tua melakukan ini:
- Bantu anak untuk menemukan solusi atas permasalahannya. Pastikan mereka memiliki cara yang tepat untuk memperbaiki beberapa hal yang mungkin terjadi dalam hidupnya.
- Ajari anak keterampilan memecahkan masalah (problem solving), berempati dengan anak, serta memberikan pengarahan yang masuk akal.
- Biasakan untuk duduk bersama anak dan mendengarkan pendapat dan masalahnya, serta mengajak anak untuk menyelesaikan problem tersebut bersama-sama.
Psikolog Yayasan Shabatku Hayati Rahmah menjelaskan, anak kabur adalah tanda bahwa dia tidak merasa nyaman di rumah.
“Anak yang kabur itu memilih flight dengan kondisi yang ada, kabur dari situasi. Mungkin ia merasa stuck dengan kondisi yang ada. Di sini perlu evaluasi bagaimana kualitas hubungan dan komunikasi anak dan ortu selama ini,” kata Hayati.
Agar anak tidak kabur, jadikan rumah sebagai lingkungan yang nyaman dengan memerhatikan bagaimana anak diterima, baik dengan hal-hal yang sepaham maupun yang tidak sepaham dengan orang tua, dan adakan ruang untuk berdiskusi.
“Memahami anak zaman sekarang memang suatu tantangan, karena beda banget kondisinya dengan masa orang tua kecil dulu. Jadi, teruslah belajar menjadi orang tua,” demikian Hayati.
KOMENTAR ANDA