Ilustrasi anak menderita kanker/Net
Ilustrasi anak menderita kanker/Net
KOMENTAR

RIBUAN anak Indonesia terdata mengidap kanker sepanjang 2022. Menurut data yang dikeluarkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), di 12 rumah sakit besar di Indonesia, jumlah pasien anak yang menderita kanker mencapai 2.000 anak. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.319 sudah divalidasi.

Angka kematian akibat kanker anak mencapai 50 hingga 60 persen, karena umumnya penderita datang terlambat atau sudah dalam stadium lanjut akibat kanker yang sulit terdeteksi.

Angka kejadian kanker anak di Indonesia itu menempati posisi ke-8 di Asia Tenggara. Ada banyak hal yang menyebabkan demikian, yaitu:

  • Kurangnya pemahaman orang tua terhadap gejala kanker pada anak-anak.
  • Deteksi kanker yang telat (pasien datang dalam kondisi stadium lanjut).
  • Sistem pendataan kasus kanker anak di Indonesia yang masih perlu banyak pembenahan.
  • Jumlah ahli kanker atau tenaga medis kanker yang masih sedikit.

Terkait poin terakhir, Direktur utama Pusat Kanker Nasional RS Dharmain dr Soeko Werdi Nindito MARS mengatakan, masih ada ketimpangan jumlah fasilitas penanganan kanker hingga terbatasnya jumlah tenaga medis khusus kanker.

Tidak meratanya fasilitas pelayanan kanker yang lengkap membuat banyak pasien dirujuk dari luar daerah ke Jakarta. Di Jakarta, pengobatan menjadi terhambat karena harus melakukan antre yang panjang.

“Jumlah pasien yang datang itu banyak, setiap hari hampir seribu pasien yang datang ke Dharmais, maka terjadi antrean sehingga menghambat proses pengibatan,” kata Soeko.

Di samping itu, jumlah ahli kanker anak di Indonesia dinilai masih sedikit. Jelas, hal ini turut berdampak pada terbatasnya pelayanan kesehatan. Konsultan hematologi onkologi anak RS Kanker Dharmais dr Haridini Intan Setiawati, SpA(K) mengatakan, jumlah tenaga ahlinya kurang lebih 83 orang.

“Jadi, kita memang harus banyak yang mau belajar kanker pada anak. Sejauh ini, pasien anak hanya mendapatkan kemoterapi. Untuk terapi yang lain, dirujuk ke rumah sakit besar, seperti yang ada di Jakarta,” ujar Haridini.

Kondisi ini jelas menjadi permasalahan yang tidak ada habisnya, karena jumlah tenaga ahli beserta peralatan medis belum tersebar secara merata. Anak yang divonis mengidap kanker harus berjuang mencari pengobatan ke kota-kota besar, seperti Jakarta.

Waktu dan tenaga seperti terbuang percuma, karena semakin lama maka penanganan medis yang diterima pasien kanker anak juga kian lama. Akhirnya, keselamatan jiwa menjadi taruhannya.




Kementerian Agama Luncurkan Program “Baper Bahagia” untuk Dukung Ketahanan Pangan Masyarakat Desa

Sebelumnya

Fitur Akses Cepat Kontak Darurat KDRT Hadir di SATUSEHAT Mobile

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News