Hubungan Dahsyat Rezeki dengan Syukur
SELURUH anggota keluarga sengaja dikumpulkan pada acara membuka amplop tebal yang merupakan komisi akhir tahun. Melihat tebalnya amplop cokelat, mereka tersenyum lebar sekali. Rencana yang sempat tertunda sekian lama, tampaknya sudah di pelupuk mata. Harapan itu terlanjur sama-sama dirangkai dengan indahnya.
Tebal sih tebal, tapi kekuatan uang itu justru ditentukan oleh nominalnya. Ternyata oh ternyata, ketebalan amplop tidak memenuhi harapan, apalagi kebutuhan. Mereka pun lemas tanpa daya.
Mendadak keceriaan itu bersalin rupa menjadi sepi yang mencekam. Orang-orang tersebut kehilangan kata-kata, lidah terasa kelu. Dalam sekejap mata mereka diterjang oleh sesuatu yang meremukkan hati.
Hingga satu suara lembut pun berhasil merangkai kata, sang ibu rumah tangga memberikan petuahnya, “Kita syukuri dulu apa yang ada, sampai nanti Allah akan menambahkan rezeki lagi.”
Kebanyakan orang memang terlanjur fokus kepada bagaimana caranya memperbanyak rezeki, dan amat disayangkan jika membuatnya terlalai dari bersyukur. Padahal rezeki apapun itu tidak akan pernah dan tidak boleh terputus dari rasa syukur.
Rumusannya diterangkan dalam surat Ibrahim ayat 7, yang artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.”
Jelas sekali ayat ini menegaskan rezeki itu berkaitan erat dengan rasa syukur. Singkatnya, jika bersyukur maka akan ditambah lagi rezekinya. Ya, sedahsyat itulah hubungan eratnya!
Ramdhani Abdurrahim dalam buku Rezekimu Tidak Akan Tertukar (2018: 32) mengungkapkan: Kata rezeki di dalam Al-Qur’an juga bermakna asy-syukr (syukur atau berterima kasih). Menurut Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, dibolehkan mengganti lafaz ar-rizq (rezeki) dengan lafaz asy-syukr. Sebab, mensyukuri rezeki merupakan sebab bertambah dan kekalnya rezeki.
Begitulah pentingnya rasa syukur, bahkan rezeki itu pun boleh disebut sebagai syukur. Begitu kita dapat rezeki, bisalah dikatakan kita sedang memperoleh syukur. Ungkapan ini bertujuan agar tidak ada satu pun rezeki yang luput dari rasa syukur kita.
Jangan pernah meremehkan rasa syukur, sebab eksistensi rezeki kita tidak terlepas dari kesyukuran. Bersyukur itu bukan hanya dengan ucapan hamdalah sebagai pujian atas kemurahan Allah Swt, tetapi syukur itu juga mesti menjadi amalan batin. Kita benar-benar menyucikan hati, sehingga rasa syukur itu tidak melenceng sedikit pun pada jurang kesombongan.
Badiuzzaman Said Nursi dalam bukunya Al-Maktubat (2020: 615) mengungkapkan: Di samping itu, kita melihat bahwa sebagaimana segala sesuatu membutuhkan rezeki dan mengarah kepadanya, rezeki itu sendiri dengan segala jenisnya akan selalu eksis dengan syukur, baik secara maknawi, materi, kondisi, maupun ucapan.
Rezeki didapat dengan syukur, melahirkan syukur, dan menjelaskan sekaligus memperlihatkan syukur. Sebab, kecintaan dan kesenangan terhadap rezeki adalah salah satu bentuk syukur alami.
Menikmati dan merasakannya juga merupakan bentuk syukur, namun dalam bentuk yang tak disadari di mana seluruh hewan pun menikmati syukur jenis tersebut. Nah, manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengubah esensi syukur alami tadi, lewat sikap sesat dan kufurnya, sehingga jatuh pada kemusyrikan.
Bahkan binatang pun secara alamiah pandai bersyukur, lantas mengapa bisa ada manusia yang tidak pandai bersyukur? Ini peringatan yang tidak boleh diabaikan.
Ya, kondisi demikian dapat terjadi pada orang-orang yang tersesat oleh rezeki, yang diperolehnya dan mengingkari karunia Tuhannya. Dua aspek inilah yang menjadikan raibnya rasa syukur, sehingga berujung pada kemurkaan Ilahi. Dan mudahlah ditebak, begitu Allah tidak rida maka rezeki kita pun akan tertutup.
Seorang wanita pengusaha senyum-senyum menceritakan kejadian pahit yang dialaminya. Karyawan yang sangat dipercaya telah khianat. Belum puas dengan aksi curangnya di bidang keuangan, karyawan itu pun mendirikan perusahaan serupa, bahkan menyalip pelanggan-pelanggan setianya.
Meski hidup dalam keterbatasan, wanita itu malah semakin tebal rasa syukurnya. Saat rezekinya jauh berkurang, tetapi syukurnya malah berlipat ganda. Orang-orang pun tercengang dengan sikapnya yang teramat ganjil.
Wanita itu berkata tenang, “Ini pertanda baik. Nanti Tuhan akan mengganti dengan rezeki yang jauh lebih berkah. Kuncinya terus bersyukur.”(F)
KOMENTAR ANDA