OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) mendorong sinergi antara Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) dan Innovative Credit Scoring (ICS) untuk memperluas informasi kinerja debitur yang bisa meningkatkan pembiayaan kredit, khususnya bagi UMKM.
Hal itu disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun Ogi Prastomiyono dalam seminar internasional "Sinergi Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) dan Innovative Credit Scoring (ICS) dalam Mendorong Peningkatan Inklusi Keuangan" yang digelar OJK di Bali, Kamis (16/3/2023).
"Perkembangan teknologi informasi telah melahirkan berbagai lembaga Innovative Credit Scoring (ICS) sehingga ke depan diperlukan segera sinergi antara LPPI dan ICS untuk memperluas informasi kredit khususnya untuk mendorong pembiayaan UMKM," kata Ogi, dilansir laman resmi OJK.
Kegiatan seminar internasional ini sejalan dengan peran Indonesia sebagai tuan rumah KTT ASEAN 2023 yang menekankan pentingnya ASEAN dalam perekonomian global dengan tema "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth".
Indonesia dapat memanfaatkan pengalaman dalam mempromosikan inklusi keuangan melalui pemanfaatan skoring kredit di sektor jasa keuangan dengan tetap memastikan perlindungan dan privasi data konsumen.
Di Indonesia, layanan Credit Scoring Indonesia disediakan oleh dua jenis entitas, yaitu Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) sebagai Biro Kredit Konvensional, dan penyedia Innovative Credit Scoring (ICS).
Biro Kredit Konvensional menyediakan laporan dan credit scoring berdasarkan data kredit tradisional, seperti riwayat pembayaran pinjaman dan utang yang belum lunas.
Saat ini ada tiga LPIP yang berizin OJK, yaitu PT Kredit Biro Indonesia Jaya, PT PEFINDO Biro Kredit, dan PT CRIF Lembaga Informasi Keuangan.
Salah satu tujuan utama Biro Kredit adalah mengurangi risiko kredit dengan memberikan informasi yang lebih banyak kepada pemberi pinjaman tentang kelayakan kredit peminjam.
Selain itu, Biro Kredit juga bermanfaat bagi peminjam dengan memungkinkan mereka membangun riwayat kredit dan meningkatkan credit scoring mereka dari waktu ke waktu.
Di sisi lain, ICS adalah bentuk credit scoring baru yang menggunakan sumber data alternatif untuk menilai kelayakan kredit, seperti aktivitas media sosial, transaksi online, dan penggunaan ponsel.
ICS disediakan oleh perusahaan fintech dan bertujuan untuk memberikan akses kredit kepada individu dan entitas bisnis yang mungkin tidak memiliki riwayat kredit tradisional atau akses kredit yang terbatas.
Keberadaan ICS telah membantu perkembangan fintech peer to peer lending. Sampai Januari 2023, tercatat 102 fintech P2P lending yang berizin dan menawarkan kemampuan untuk menyederhanakan proses pinjaman, terutama bagi mereka yang memiliki akses terbatas ke bank tradisional. Dengan penerapan inovasi IT, pencairan pinjaman dapat dilakukan dengan cepat dan mudah.
Selain fintech P2P lending, OJK juga mengelola dan mengatur keberadaan Inovasi Keuangan Digital (IKD). Pada Januari 2023, tercatat 97 IKD di OJK dan diklasifikasikan dalam 15 kelompok model bisnis, termasuk ICS.
Hadir pula dalam seminar dua hari ini Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara serta sejumlah pembicara termasuk regulator keuangan dari Korea Selatan, Mesir, dan Malaysia, serta asosiasi dari sektor perbankan, asuransi, pembiayaan, fintech, dan informasi kredit, baik domestik maupun internasional.
KOMENTAR ANDA