JUMAT (17/3), Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan berkumpul membicarakan tentang upaya merevisi Peraturan Menteri Sosial (Permensos) tentang Pengumpulan Uang atau Barang (PUB). Permensos PUB tersebut dinilai menjadi penghambat kegiatan filantropi, khususnya penggalangan sumbangan.
Koordinator Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan Hamid Abidin menjelaskan, pasal-pasal atau ketentuan dalam kebijakan tersebut tidak relevan dengan kondisi dan perkembangan kegiatan filantropi, sehingga sulit untuk diterapkan.
Hal ini tergambar dari beberapa ketentuan yang ada di peraturan tersebut, di antaranya terkait dengan pengurusan izin PUB yang membutuhkan waktu berminggu-minggu, bahkan lebih dari satu bulan (pasal 3 ayat 3).
Kemudian, ketentuan yang mengatur cakupan PUB menjadi penggalangan sumbangan skala lokal, regional, dan nasional yang sulit diterapkan di era filantropi digital seperti saat ini, yang tidak mengenal batas wilayah dalam penggalangan donasi (pasal 1, 2, 3, dan 4).
“Lalu, adanya paradigma atau pengertian sumbangan yang dimaknai sebagai kegiatan temporer dan berorientasi pada kegiatan karitatif, sehingga menyulitkan pengelolaan PUB untuk mengembangkan program-program strategis dan berorientasi jangka panjang (pasal 14 ayat 1, pasal 16, dan pasal 25 ayat 3),” kata Hamid ditemui di Ke:Kini Café, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (17/3).
Tidak hanya itu, di luar ketentuan-ketentuan PUB yang dianggap tidak relevan, masalah teknis juga menjadi penghambat bagi Lembaga filantropi dalam mematuhi dan menerapkan Permensos Penyelenggaraan PUB.
Seperti dialami Rinsan Tobing dari lembaga Save The Children. Ia mengaku harus mengalami ketidakpastian dan lamanya jangka waktu pengurusan izin PUB, hingga lebih dari 3 bulan.
“Mekanisme perizinannya pun berjenjang, birokratis, dan persyaratannya rumit. Dan, inkonsistensi pelayanan perizinan PUB bisa dilihat dari penerapan ketentuan dan persyaratan yang berbeda-beda, karena memang tidak ada juknis (petunjuk teknis) penerapan regulasi tersebut,” ujar Rinsan.
Lain lagi dengan Arif R Haryono yang mewakili lembaga filantropi Islam Dompet Dhuafa. Menurutnya, kebijakan PUB tidak sinkron dan tumpeng tindih dengan kebijakan lain. Sebagai contoh, dalam beberapa kesempatan Kementerian Sosial meminta Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang mengelola zakat, infak, dan sedekah, untuk mematuhi Permensos Penyelenggaraan PUB, padahal itu sudah diatur dalam UU No 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Karena itulah, Aliansi FIlantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan mendesak dilakukan:
- Mendesak Kemensos untuk segera merevisi Permensos No 8/2021 secara aspiratif dengan melibatkan organisasi dan pegiat filantropi.
- Hasil revisi harus dilengkapi dengan petunjuk teknis untuk kejelasan implementasi PUB.
- Kemenko PMK, DPR RI, dan pejabat lain yang berkepentingan perlu mendorong dan memfasilitasi dialog antara Kemensos dengan penyelenggaraan PUB agar berbagai kendala dan permasalahan dalam implementasi PUB dapat segera teratasi dan dicari solusinya.
- Para pemangku kepentingan tersebut juga diminta mendukung inisiatif DPR RI untuk segera merevisi UU No 9/1961, yang menjadi akar masalah dalam regulasi penyelenggaraan sumbangan.
Tentang Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan
Aliansi Filantropi ini merupakan prakarsa kolaboratif lebih dari 100 organisasi dan pegiat filantropi yang bertujuan untuk mendorong regulasi yang memperkuat akuntabilitas penggalangan, pengelolaan, dan penyaluran sumbagan atau filantropi di Indonesia.
Inisiator dan penggerak aliansi terdiri dari yayasan keluarga, yayasan perusahaan, yayasan keagamaan, dan yayasan independen. Mereka telah melakukan advokasi dan mengusulkan RUU Penyelenggaraan Sumbangan sebagai revisi atau pengganti UU PUB sejak 2018. Aliansi ini dikoordinasi oleh Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) sebagai asosiasi lembaga-lembaga filantropi di Indonesia.
KOMENTAR ANDA