INDONESIA memperingati tanggal 17 Maret sebagai Hari Perawat Nasional yang bertepatan dengan HUT Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
Farah.id berkesempatan mewawancarai Yustiana Agustin yang telah mendedikasikan 13 tahun hidupnya sebagai perawat di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi.
“Perawat adalah pekerjaan yang sangat mulia. Di rumah sakit, perawat bisa menjadi teman bagi pasien, perawat juga yang pertama hadir saat pasien membutuhkan bantuan. Interaksi yang baik itu menjadikan perawat punya banyak saudara. Di rumah pun, dengan ilmu yang dimiliki, perawat bisa membantu keluarga dan tetangga yang membutuhkan informasi tentang kesehatan,” ungkap Yustina menceritakan kebahagiaannya sebagai perawat.
Selepas lulus dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Yustina langsung bekerja di RSI Pondok Kopi pada tahun 2010. Siapa sangka, perempuan kelahiran Jakarta, 20 Agustus 1989 ini awalnya tak berminat menjadi perawat. Ia mengaku hanya menuruti keinginan orang tuanya yang menginginkannya jadi perawat.
“Karena tidak berminat, awalnya kaget banget. Waktu kuliah, perasaan campur aduk. Rasanya nangis terus setiap pulang kuliah. Saat pertama kerja juga masih berat hati karena harus siap dengan sistem kerja shift. Apalagi waktu lebaran pertama, masya Allah...saya benar-benar nangis, yang seharusnya kumpul dengan keluarga, saya justru bekerja,” kenang Yustiana.
Seiring berjalannya waktu, Yustiana menyadari bahwa profesi sebagai perawat adalah garis takdirnya yang dipilihkan Allah.
“Insya Allah akan menjadi ladang pahala, terlebih ini adalah pekerjaan yang sangat mulia,” ujarnya.
Di tahun 2023, PPNI memasuki usia 49 tahun. Sebuah rentang waktu yang menggambarkan betapa besar jasa luar biasa para perawat Indonesia mengabdikan diri untuk masyarakat.
Lantas, bagaimana Yustiana menggambarkan perjalanannya sebagai perawat yang tentu tak lepas dari tantangan dan berbagai persoalan yang mewarnai kesehariannya.
Salah satu tantangan yang ia hadapi adalah bekerja dengan sistem shift. Ia mengaku, saat belum menikah, hal itu tidak menjadi masalah. Namun setelah berkeluarga, adalah sebuah tantangan bagaimana mengharmonikan tugas profesionalnya dengan perannya sebagai istri dan ibu dari tiga anak.
Seperti diketahui, saat bertugas shift malam, di saat orang-orang terlelap, perawat harus tetap berjaga dengan seragam lengkap. Satu perawat biasanya mengurus delapan hingga 10 pasien dengan berbagai diagnosis—yang artinya membutuhkan obat dan pemeriksaan yang berbeda-beda.
“Perawat harus menghadapi berbagai karakter orang, ada yang mudah diajak bicara, ada yang sulit memahami informasi yang kami berikan, macam-macam. Di sinilah tantangannya untuk bisa berkomunikasi dengan baik,” papar Yustiana.
Dengan tanggung jawab yang dipikulnya, dibutuhkan mental yang kuat agar seorang perawat bisa menjalani pekerjaan setiap harinya.
“Ditambah lagi, sampai saat ini masih banyak orang menganggap perawat ibarat (maaf) pembantu, tidak dihargai. Padahal perawat adalah sebuah profesi mulia yang berlatar keilmuan,” ungkapnya.
Ia berharap masa depan perawat Indonesia akan cerah. Seperti tema perayaan Hari Perawat Nasional 2023 yaitu “Gapai sejahtera dengan profesionalisme”, Yustiana menyatakan harapannya untuk peningkatan kesejahteraan perawat di Tanah Air.
“Pengabdian kami dipenuhi beban kerja yang berat dan tuntutan yang banyak, sungguh bijak bila dihargai dengan layak, karena itu pun bagian dari profesionalisme,” tegasnya.
KOMENTAR ANDA