BERBICARA tentang perempuan, tidak sedikit hasil kajian yang menyebutkan bahwa perempuan dan anak masih tergolong kelompok rentan yang sering mengalami berbagai masalah, seperti kemiskinan, bencana, alam, konflik, kekerasan, dan sebagainya.
Pun di era emansipasi seperti sekarang, perempuan acapkali dianggap sebagai kelompok kelas kedua, sehingga mereka tidak memperoleh persamaan hak dengan laki-laki. Perempuan dinilai hanya becus dalam melaksanakan pekerjaan yang terkait dengan urusan rumah tangga.
Kenyataan inilah yang kemudian membuat perempuan-perempuan Muslimah Indonesia membuat suatu Majelis Ilmuwan Muslimah Indonesia, atau biasa disebut Majelis Alimat Indonesia (MAI) terbentuk.
MAI merupakan organisasi yang menghimpun para ilmuwan wanita yang mempunyai visi untuk berkontribusi dalam kajian ke-Islaman, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemberdayaan masyarakat, serta memberi solusi terhadap permasalahan umat dan bangsa.
Dan, pada Sabtu (18/3), bertempat di Papillon 1 dan 2 Swiss-Belhotel Pondok Indah, Jakarta Selatan, MAI menggelar seminar “Peran Perempuan dalam Mewujudkan Percepatan Pembangunan”.
Prof Dr Amany Lubis memberikan penghargaan kepada pembicara di Sesi 1 Seminar Nasional/MAI
Seminar sekaligus rapat kerja tahunan (Rakerta) ini menghadirkan para pemangku kebijakan, pakar, praktisi, dan pimpinan perguruan tinggi, dengan harapan dapat menjadi input bagi multi pihak terkait, khususnya dalam memaksimalkan upaya percepatan dalam bidang kesehatan, sains, teknologi, ekonomi, dan hukum.
“Pada kesempatan kali ini, Rapat Kerja Tahunan yang setiap tahun kita selenggarakan, dibarengi dengan seminar nasional yang dibagi dalam dua sesi. Pertama, sesi ini membicarakan tentang teknologi dan kedua tentang peran perempuan di bidang ekonomi dan hukum,” kata Ketua Umum Majelis Alimat Indonesia Prof Dr Hj Amany Lubis, MA, Sabtu (18/3).
Pada sesi pertama, dihadirkan pembicara seperti Prof Dr Ir Riri Fitri Sari, MM, MSc (Peranan Muslimah di Era Kecerdasan Buatan), Dr Hasyim Gautama (Pemberdayaan Keamanan Informasi bagi Masyarakat), Prof Dr Ir Winarni Dien M, MS (Climate Change dan Upaya Literasi Pelestarian Lingkungan Hidup), dan Dr Apt Zilhadia, MSi yang berbicara tentang Inovasi Perempuan dalam Penyediaan Bahan Baku Obat Halal.
“Kali ini, kecerdasan buatan mengontrol semuanya. Untuk itu, perempuan, khususnya ibu, perlu menyesuaikan cara mendidik dan mengontrol anak dengan teknologi kekinian. Tidak hanya itu, sebagai pendidik di rumah, perempuan atau ibu harus mampu mengarahkan hal-hal positif maupun negatif dari teknologi yang kini semakin berkembang pesat,” kata Prof Riri.
Dan di sesi kedua, menghadirkan pembicara seperti Prof Dr Euis Amalia, MA (Peningkatan Kualitas dan Pemberdayaan Perempuan di Bidang Ekonomi Islam), Dwi Irianti H, SH, MHum (Sukuk Wakaf dan Pembiayaan Syariah), Eva Kusuma Sundari (Pembahasan dan Urgensi RUU PPRT), serta Prof Dr M Asrorun Niam Soleh, MA (Pernikahan Beda Agama dalam Regulasi Nasional).
“Ramadan sudah dekat, pemerintah kembali memperbanyak literasi mengenai Cash Wakaf Link Sukuk (CWLS), yaitu investasi wakaf uang pada sukuk negara yang imbalannya disalurkan oleh Nazhir (pengelola dana dan kegiatan wakaf untuk membiayai program sosial dan pemberdayaan ekonomi umat,” ujar Dwi Irianti.
Dan sesuai visinya, MAI ikut aktif membangun perempuan Indonesia dengan mengembangkan dan memperdayakan perempuan. Majelis Ilmuwan Muslimah juga aktif dalam pembangunan bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goal’s (SDGs).
KOMENTAR ANDA