PADA Ramadan ini, kata-kata imsak seperti menemukan momentum yang menakjubkan. Banyak sekali orang yang menyebutnya dan akan lebih besar faedahnya jika memahami maknanya. Seandainya hakikat imsak juga diamalkan di luar Ramadan, niscaya kita akan mendapatkan kehidupan yang menawan.
Imsak berasal dari akar kata masaka yang artinya memegang sesuatu. Coba perhatikan saat kita memegang sesuatu, maka sesuatu itu akan tertahan. Seorang kiper berhasil menangkap bola, maka dia berhasil memegang kendali ata bola tersebut.
Dalam Kamus Bahasa Arab, kata imsak bermakna menahan diri daripada sesuatu. Terkait dengan puasa, imsak tentu saja menahan diri dari yang membatalkan puasa. Apa saja yang mesti ditahan? Ya makan, minum, berhubungan seks, dan segala larangan lainnya. Kita mesti menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
Dalam ruang sosial budaya Indonesia, imsak Ramadan telah melahirkan kegiatan sahur. Sehabis santap sahur atau menjelang kumandang azan Subuh, kaum muslimin mulai berimsak dari segala yang membatalkan puasanya.
Idealnya, waktu berbuka puasa atau ifthar merupakan ajang pembuktian tingkat keberhasilan berimsak. Bagi yang berhasil meresapi imsak, ia akan berbuka secara sederhana dan cara yang sehat.
Namun realitanya tidak jarang menyalahi logika. Buka puasa justru menjadi ajang melampiaskan nafsu yang susah payah ditahan dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Dengan begitu, kita seolah telah meniadakan makna luhur proses imsak sebelumnya.
Baru berimsak dari nafsu makan dan minum saja, telah banyak orang yang rontok. Padahal yang dihadapi baru skala rendah, godaan perut. Bagaimana kita akan lolos menahan nafsu lainnya yang lebih dahsyat?
Nafsu merupakan kelebihan sekaligus kekurangan manusia. Bila ditata, dikontrol, dan diarahkan, bisa menjadi energi positif bagi kualitas diri. Sebaliknya, nafsu yang lepas kendali akan menaklukkan akal sehat dan menjadi raja diraja yang memperbudak diri manusia.
Konsep imsak berguna mengontrol nafsu dan Ramadan merupakan ajang pelatihan unggulan pengendalian nafsu. Konsep imsak mengenal sistem pengendalian atau kontrol diri, terkait dengan rentang waktu dan sasaran yang tepat.
Manusia punya nafsu makan dan minum yang berguna menjadi sumber energi tubuh. Namun kita perlu mengontrolnya atau berimsak dengan cermat. Tidak semua waktu dipakai untuk makan minum, dan tak seluruh jenis makanan boleh disantap. Kita wajib berimsak dari makanan haram dan waktunya yang terlarang. Bahkan di waktu-waktu yang diperbolehkan pun kendali terhadap nafsu haruslah tetap dipegang. Lagi pula, pengontrolan terhadap nafsu makan sangat baik bagi kesehatan.
Manusia punya nafsu syahwat yang baik untuk menyalurkan naluri dan meneruskan keturunan. Tetapi hasrat seksual perlu diberi sentuhan imsak. Ada waktunya syahwat ditahan sementara waktu, tak bisa diumbar pada sembarang orang dan tak bisa di segala kesempatan. Jika konsep imsak syahwat dilanggar, akan terjadi kecamuk sosial dan dosa yang besar.
Manusia punya nafsu berkuasa atau memimpin. Hanya saja, tak setiap jengkal bumi yang boleh dikuasai. Sebagai penguasa, kita tak berhak menindas hak-hak manusia lain. Kita perlu menahan nafsu berkuasa agar tak terjerumus pada nafsu menjajah.
Manusia punya nafsu memenuhi segala kebutuhan hidup, bahkan meraih kekayaan. Namun, tak semua cara dihalalkan demi meraup materi. Kendati kaya tetap dilarang foya-foya, karena sederhana lebih dicintai Allah. Jika nafsu jenis ini dibiarkan liar, akan timbul kebinasaan lingkungan.
Dapat disimpulkan, pada imsak hakikatnya terdapat konsep kontrol diri. Efek positif puasa membuat orang semakin kuat mengendalikan diri. Selepas Ramadan, sehabis berpuasa, konsep kontrol diri ala imsak tetap dilestarikan dalam aktifitas sehari-hari.
Inti kehidupan memang pengendalian diri. Dunia ini dihiasi berbagai rintangan dan godaan. Jika tergelincir gara-gara lepas kendali, maka bencana kehidupan akan memusnahkan nilai kemanusiaan. Sehabis Ramadhan kita tak lagi rutin sahur, namun tetap selalu berimsak.
KOMENTAR ANDA