Ilustrasi buka bersama/Net
Ilustrasi buka bersama/Net
KOMENTAR

RAMADAN baru saja dimulai, yang semestinya syahdu justru dihebohkan dengan pro kontra terbitnya larangan buka puasa bersama bagi para pejabat negara. Tetapi positifnya, karena ini pula masyarakat mulai proaktif menggali dan mengkaji kedudukan buka puasa bersama dalam perspektif agama.

Dalam tradisi muslimin Indonesia, buka bersama sudah dipandang sebagai bagian dari semarak Ramadan. Selain acara makan-makan dalam bingkai ifthar, di sana juga terdapat faedah mempererat silaturahmi, selain manfaat-manfaat lainnya yang begitu menggugah. 

Ifthar Jama'i

Di antara sekian banyak acara selama Ramadan, buka puasa secara bersama-sama atau ifthar jama'i menjadi suatu produk budaya Nusantara yang mempunyai daya pesona tersendiri. Tidak didapati dalil agama yang secara tersurat menyuruh ifthar jama'i. Namun, sebagai kebiasaan yang disepakati secara sosial, buka puasa bersama diyakini membawa nilai manfaat.

Acara ifthar jama'i ini bisa saja diadakan atas nama rekanan sekantor, antar tetangga, sesama alumni, dan lain sebagainya. Tak jarang di akhir-akhir Ramadhan, kita malah menghabiskan banyak waktu berkeliling demi menyemarakkan ifthar jama'i

Kalau kita berpegang pada kaidah al-ashlu fii asyya'al-ibahah, pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya dibolehkan, maka ifthar jama'i tak ada pula alasan pelarangannya. Terkecuali terbukti ada kegiatan haram yang menyertainya, maka atas alasan itu otomatis menjadi tidak halal lagi.

Sesungguhnya keberkahan itu terdapat dalam jamaah. Salah satu acara kebersamaan itu adalah ifthar jama'i. Kebetulan pula acara buka puasa bersama ini diselenggarakan pada bulan penuh keberkahan, sehingga banyak pahala yang bisa dihadirkannya.

Keraguan itu semestinya disingkirkan jauh-jauh, sebab ifthar jama'i mampu mempererat jalinan silaturahmi. Pada suasana yang baik itu, acara kebersamaan akan menciptakan ikatan hati yang kian kokoh. Ini merupakan modal berharga dalam jalinan sosial.

Seiring itu tenggang rasa akan lahir, berupa semangat saling menolong. Akan lebih mulia jika yang diundang ifthar jama'i itu orang-orang yang memang kelaparan, sehingga tiap bulir nasi atau tiap tetes air yang mereka santap menjadi pahala bagi sang penjamu.

Dengan sendirinya, sifat kedermawanan akan semakin terpupuk. Selain memuliakan orang yang berpuasa, sedekah makanan itu akan diganti Allah dengan kebaikan berlipatganda. Tidak ada orang yang jatuh miskin karena dermawan, karena ia merupakan pembuka pintu-pintu rezeki.  

Ranjau Amal

Akan tetapi, dalam pelaksanaannya potensi penyimpangan cukuplah terbuka lebar. Iblis tidak akan tinggal diam membiarkan manusia berbuat kebaikan. Amalan mulia bisa saja menjerumuskan pada kebinasaan, bila kita tidak istikamah memagari diri dari godaan. 

Tak mengherankan bila pada saat yang sama juga ada pihak-pihak yang mencibir buka puasa bersama segelintir pihak. Ifthar jama'i bisa menjadi ajang bermegah-megah bahkan terjerumus mubazir. Saat kita tidak lagi mengejar keberkahannya, malahan yang terjadi pelampiasan syahwat yang rendah.

Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin mengingatkan, syahwat merupakan salah satu dari jalur-jalur setan yang dilaknat Allah. Sedangkan makan dan minum merupakan sumber syahwat yang terbesar.

Ini bukan berarti kita berhenti makan dan minum sama sekali. Namun, selama puasa kita mengendalikannya hingga mencapai standar kesehatan. Nah, jangan sampai ifthar jama'i merendahkan kita hingga menjadi budak nafsu perut.

Di samping memadati perut dengan makanan, dalam acara itu tak jarang lidah pun sibuk menebar duri dan api. Kegembiraan yang melampaui batas seringkali memuluskan upaya iblis menebarkan ranjau-ranjau hati. Hingga dalam ifthar jama'i berbagai dusta ditebar, aneka gunjingan melebar dan riuh tawa meledak-ledak. Bahkan, jadwal shalat Magrib pun dilanggar total. 

Kita mengerahkan segala upaya demi kesuksesan acara, bukan meraih kemuliaan tertinggi di hadapan Allah, melainkan berkubang dalam lumuran dosa riya. Hasilnya, apa yang dilakukan tak lagi bernilai, bagaikan buih di lautan. Dari itu, berhati-hatilah dengan acara berbuka bersama, banyak hal yang perlu dipelihara agar tidak berujung petaka dosa.

Makna Larangan

Balik lagi kepada larangan buka puasa bersama bagi para pejabat yang sudah terbit dan juga telah diperdebatkan secara sengit. Namun, ada beberapa aspek yang elok dipertimbangkan:

Pertama, Sebetulnya tidaklah ada larangan kegiatan buka puasa bersama, tradisi ini boleh-boleh saja dilakukan dalam koridor yang positif. Akan tetapi, pengecualian itu diberlakukan bagi para pejabat negara.

Kedua, larangan buka puasa bersama bagi pejabat juga bertujuan baik, demi mencegah terjadinya aksi bermegah-megah, atau berfoya-foya, dan makin buruk jadinya bahwa kegiatan seperti itu justru memanfaatkan keuangan negara (baca: uang rakyat).

Ketiga, daripada menghambur-hamburkan biaya besar untuk kegiatan yang menyimpang, maka dana itu baiknya disalurkan untuk membantu fakir miskin atau anak-anak terlantar.

Kita sama-sama tahu, bagaomana jika pejabat membuat acara, apapun namanya maka yang terjadi hanyalah bermegah-megah. Betapa malangnya bila kegiatan buka bersama justru dijadikan ajang bagi mereka berfoya-foya, yang menodai keluhuran dari acara ifthar tersebut. 

Sementara itu, rakyat seringkali harus banyak-banyak beristigfar melihat tingkah polah pejabat negara, begitupun istri dan anggota keluarganya yang sedang gemar pamer kekayaan dan tidak malu-malunya bermegah-megah. Jadi, larangan buka puasa bersama bagi pejabat merupakan di antara cara mengendalikan gaya hidup pejabat yang sudah sangat mengkhawatirkan. 




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur