KOMENTAR

SEBUAH pondok pesantren di Blitar, Jawa Timur selalu dipenuhi ribuan jemaah yang mengikuti salat Tarawih selama bulan Ramadan. Pesantren ini menjadi viral karena sejak bertahun-tahun silam mengadakan salat Tarawih 23 rakaat yang bisa dituntaskan hanya dalam hitungan 10 menit.

Bagaimana dengan gerakan, juga bacaan ayat dan bacaan salat yang dilafazkan dalam salat?

Tulisan Ustaz M. Tatam Wijaya tentang salat Tarawih cepat dalam kajian fiqih yang dipublikasikan di laman nu.or.id menyebutkan beberapa hal berikut ini.

Pertama, sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari. Rasulullah bersabda,”Jika engkau menunaikan salat, maka sempurnakanlah wudu, lalu menghadap kiblat dan mengucap takbir. Lalu bacalah ayat Al-Qu’'an yang menurutmu mudah (Al-Fatihah dan surat lain). Lalu rukuklah hingga rukuk dengan tumakninah. Lantas angkatlah kepala hingga berdiri tegak. Lalu sujudlah hingga sujud dengan tumakninah. Lalu bangkitlah hingga duduk dengan tumakninah. Kemudian, lakukanlah semua itu dalam seluruh salatmu.”

Kedua, para ulama memakruhkan bacaan ayat Al-Qur’an yang cepat. Mengapa makruh? Karena ayat-ayat yang dibaca dengan cepat (bahkan sangat cepat) dapat melalaikan pembacanya dari kaidah tajwid. Selain itu, mengabaikan aspek tadabbur atau perenungan terhadap kandungan ayat tersebut dan tidak bisa menimbulkan ketenangan dalam hati orang yang membaca maupun yang mendengarkannya.

Ketiga, jumhur ulama dari mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali sepakat mewajibkan tumakninah, terutama dalam rukuk dan sujud. Sebagian ulama Syafi’i bahkan menjadikan tumakninah rukun salat tersendiri.

Sedangkan menurut mazhab Hanafi, kecuali Syekh Abu Yusuf, hukum tumakninah adalah sunnah. Sebab yang diwajibkan dari rukuk adalah membungkuk dan condong. Namun bukan berarti tumakninah serta-merta ditiadakan.

Berdasarkan penjelasan di atas, salat Tarawih boleh saja dilakukan dengan cepat selama bacaan yang wajib dilantunkan sesuai kaidah tajwid, makmum bisa mulai membaca Al-Fatihah tak lama setelah imam memulai salat, serta menjaga tumakninah setidaknya untuk rukuk dan sujud.

Tumakninah diartikan sebagai tenang dan diamnya seluruh anggota tubuh sekurang-kurangnya selama satu kali bacaan tasbih. Adapun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “tumakninah” berarti “tenang atau tidak bergerak setiap mengganti gerakan salat’. Tarawih juga bermakna “istirahat”.

Al Ghazali pernah berkata, “Orang yang salat tanpa khusyuk dan kehadiran hati, bagaikan mempersembahkan hewan besar kepada sang raja namun hewan itu telah menjadi bangkai.”

Dalam referensi lain, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Sungguh didapati pada sebagian imam salat, kita memohon hidayah kepada Allah Ta’ala hidayah untuk diri-diri kita dan mereka, di dalam pelaksanaan salat tarawih mereka mempercepat salat dengan kecepatan yang tidak wajar hingga tidak memungkinkan bagi para makmum untuk menyusul dan mengikuti para imam tersebut. Padahal perbuatan ini haram bagi mereka.”

Pertanyaannya kemudian, apa tujuan pelaksanaan salat Tarawih yang kecepatannya sulit masuk dalam nalar?

Mengapa memaksakan salat 23 rakaat dengan terburu-buru padahal diperkenankan mengerjakan delapan rakat Tarawih dengan tumakninah?

Marilah kembali pada hakikat ibadah yaitu sebagai washilah kita mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Wallahu a’lam bishshawab.




Menyongsong Resesi 2025 dengan Ketenangan Batin

Sebelumnya

Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur