@amalthepoet
@amalthepoet
KOMENTAR

PENYAIR muda Amal Kassir telah tampil di 10 negara dan lebih dari 100 kota. Dia telah mengadakan lokakarya, memberikan ceramah, dan membacakan puisinya di berbagai tempat mulai dari penjara remaja, panti asuhan, kamp pengungsi, hingga universitas dan gereja, serta ruang komunitas untuk umum.

Di antaranya, Amal membawakan My Grandmother’s Farm di University of Colorado Denver, At the Table di Opening Plenary Service Unites 2018, tak ketinggalan penampilan fenomenalnya menyampaikan The Muslim on the Airplane dalam TEDx Talk.

Karya-karyanya lekat dengan inisiatif kemanusiaan untuk Suriah. Dia juga berbicara dan mengorganisasi melawan Islamofobia, serta memberdayakan suara kaum terpinggirkan melalui tulisan dan pidato.

Puisi adalah curahan hatinya yang berapi-api dan bercerita adalah buah dari pengalaman hidupnya. Kesedihan dan frustasi teresonansi dari setiap pilihan kata. Urgensi untuk bertindak bergema dalam suara lantangnya.

Amal, berarti “harapan” dalam bahasa Arab. Dia ingin menjadi harapan tentang hidup di dunia yang lebih baik: dunia yang tidak membenci orang yang mencari suaka, mendiskriminasi ras, agama atau jenis kelamin, atau melihat ke arah lain ketika melihat kebrutalan polisi di jalanan.

Amal lahir dan besar di Denver, Colorado dari Ibu Jerman-Iowa dan Ayah Suriah. Dua dunia yang tampaknya berlawanan itu digabungkan dan memperkaya pengalaman hidup Amal.

Dia menghabiskan bertahun-tahun di pertanian neneknya di Suriah dan menikmati manisnya peterseli segar dan lemon matang. Nenek mengajari cucunya resep rahasia yang menjadi menu favorit makan malam restoran mereka. Hal itu jauh sebelum perang atau konflik.

Amal menikmati kebersamaan dengan sepupu, bibi, dan pamannya di setiap kunjungan. Lebih dari 30 anggota keluarga telah menjadi korban serangan udara, serangan kimia, ledakan, dan kekacauan. Amal kehilangan banyak sanak-saudaranya.

Pemandangan yang sangat dia kenal, diratakan oleh tumpukan puing-puing bangunan yang rusak. Sepupu yang menghabiskan musim panas bersama Amal meninggal di bawah puing-puing itu. Amal menonton dari negara yang jauh…melalui layar televisi dan pesan video—seiring bertambahnya jumlah korban dan pembunuhan.

Di rumahnya di Denver, Amal merancang gelar sarjananya sendiri yang disebut 'Pemrograman Komunitas dalam Psikologi Sosial'. Dia berpendapat bahwa tidak ada yang bisa berubah tanpa solidaritas komunitas; gagasan yang membawanya ke wilayah aktivisme keadilan sosial. Itulah ranah di mana opini publik memiliki kekuatan untuk mengubah kebijakan publik.

Di seluruh negeri, Amal menyelenggarakan acara demonstrasi dan penggalangan dana untuk para korban, pengungsi, dan populasi yang kurang terlayani. Dia menggunakan suaranya untuk berbicara bagi mereka yang telah dibungkam karena kendala bahasa atau kurangnya representasi.

“Sebagai warga dunia yang terhubung secara global, kita perlu dipersenjatai dengan informasi lebih dari sebelumnya. Itu ada di ujung jari kita,” ungkapnya.

Amal adalah pendukung garis keras pendidikan bagi anggota populasi yang kurang terlayani. Dia mengambil peran dalam upaya global melek huruf di daerah konflik perang juga kamp pengungsian.




Menutup Tahun dengan Prestasi, dr. Ayu Widyaningrum Raih Anugerah Indonesia Women Leader 2024

Sebelumnya

Meiline Tenardi, Pendiri Komunitas Perempuan Peduli dan Berbagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Women