KOTA Mosul di Irak utara jauh berbeda dari kota-kota lain di negara tersebut. Sebuah kota yang jauh dari kesan menakutkan. Mosul adalah sebuah kota yang gegap-gempita dan penuh suka cita, terutama di bulan Ramadan.
Menyambut Ramadan, anak-anak Mosul mengadakan pawai lentera. Wajah mereka ceria karena kegembiraan menyambut bulan suci.
Beberapa hari menjelang awal bulan suci, masyarakat sudah mulai pergi ke pasar untuk mempersiapkan berbagai kebutuhan puasa. Toko rempah-rempah di pasar al-Attarin di Bab al-Saray selalu lebih sibuk di bulan Ramadan karena orang bersiap untuk makan bersama keluarga besar.
Hal lain dari pasar ini yang menarik orang adalah bahwa orang dapat menemukan semua yang mereka butuhkan di sini, termasuk pakaian, makanan, barang-barang rumah tangga, dan segala sesuatu dengan harga murah dibandingkan pasar lain. Bahkan orang-orang dari kota tetangga datang ke pasar ini untuk berbelanja selama Ramadan.
Para pemilik toko di Mosul memberikan potongan harga selama bulan suci Ramadan. Inilah yang membuat kota tua ini begitu ‘hidup’.
Yang khas dari Ramadan di Mosul adalah jus kismis, dibuat dengan kismis terbaik dari pegunungan wilayah Kurdi Irak dilengkapi mint segar. Ada pula zalabiya, manisan tradisional Irak, yang menjadi santapan wajib selama bulan puasa.
Toko jus kismis Taha yang terkenal didirikan pada 1950-an, dan sekarang mereka memiliki beberapa gerai di Mosul. Pelanggan mereka bahkan dari pejabat pemerintahan Irak.
Masaharati, atau al-masharaji dalam dialek Irak, adalah keunikan Ramadan lainnya di Mosul. Pekerjaan cerita rakyat ini hanya dilakukan selama bulan suci, ketika seorang pria berjalan melalui gang-gang kota tua sambil menabuh genderang, memanggil orang-orang untuk bangun dan makan sahur.
Ghufran Thamer salah satunya, menjelajahi gang-gang Mosul tua untuk membangunkan orang selama enam tahun berturut-turut. Dia adalah orang pertama yang mengembalikan warisan Mosul tersebut setelah kota itu dibebaskan dari kelompok bersenjata ISIS.
Tokoh populer lainnya yang disukai orang Mosul adalah hakawati, atau pendongeng, yang pertama kali muncul pada era Ottoman, duduk di ruang publik untuk bercerita kepada orang yang lewat yang akan berhenti dan berkumpul untuk mendengarkan.
Dia menceritakan kisah-kisah lama yang dia dengar dari orang tua dan kakek neneknya, atau cerita yang ditulis seseorang untuknya, atau cerita yang dia tulis sendiri, tetapi semua itu adalah sumber kebijaksanaan dan pelajaran hidup.
Ada pula Yayasan Bytna untuk Warisan, Seni, dan Budaya mengadakan malam Ramadan di halaman Hammam al-Manqousha di Mosul tua.
Pensiunan profesor pertanian Najm al-Din Abdullah dari Universitas Mosul menjadi hakawati malam itu. Dia juga seorang aktor teater selama bertahun-tahun di tahun 1990-an, namun ini adalah pertama kali menjadi pendongeng.
“Saya menyiapkan beberapa cerita karena saya tidak tahu siapa yang akan hadir. Ketika saya tiba, saya memperhatikan penonton dan kemudian saya memilih cerita. Saya berbicara tentang menghormati sesama dan tentang cinta yang murni, karena orang mengambil kebijaksanaan dan pelajaran dari pendongeng,” ungkapnya seperti dilaporkan Al Jazeera.
Mosul selama Ramadan juga diwarnai buka puasa massal. Salah satunya, pertemuan di al-Jawsaq Corniche untuk buka puasa bersama yang diadakan Universitas Nineveh untuk 700-1.000 orang selama Ramadan.
KOMENTAR ANDA