TIDAK ada yang ingin menjadi pecundang, karena setiap orang mendambakan podium kemenangan. Tidak ada yang sudi merugi, sebab semua insan ingin meraih keberuntungan. Hanya saja, keuntungan maupun kemenangan belum tentu mengantarkannya pada posisi faizin.
Orang munafik bersorak tatkala kaum muslimin ditimpa musibah akibat peperangan. Mereka bersyukur sebelumnya menolak ikut berperang bersama barisan pasukan beriman, karena takut menderita kerugian akibat musibah tersebut.
Berbeda ceritanya ketika Rasulullah bersama laskar beriman sukses memenangkan peperangan lainnya, tiba-tiba saja orang-orang munafik menyesal tiada taranya. Andai mereka ikut pergi berperang menyertai pasukan Islam, tentulah akan mendapatkan harta rampasan perang yang banyak.
Di sini diketahui, betapa tajamnya perbedaan cara pandang orang dalam memahami makna keberuntungan maupun kemenangan.
Faizin adalah bentuk jamak dari faiz yang berarti orang yang beruntung. Kata ini berasal dari kata fauz yang berarti keberuntungan. Dalam istilah kerennya, faizin bisa disebut orang-orang yang meraih kemenangan.
Minal 'aidin wal faizin sering ditebar pada sesama kaum muslimin saat Idul Fitri. Kalimat agung itu merupakan ungkapan harapan, setelah berpuasa kita kembali kepada fitrah dan termasuk orang yang meraih kemenangan sejati (faizin).
Namun bagi orang munafik, kemenangan itu diraih ketika dia memperoleh keuntungan materi atau harta benda dan juga popularitas. Kemenangan itu pun hanya dinikmatinya sendirian. Sebaliknya, kemenangan orang lain justru menjadi penderitaan baginya.
Pada banyak ayat Al-Qur’an disebutkan, bagi faizin kemenangan itu bukan ditujukan pada pihak tertentu saja, melainkan dinikmati secara bersama. Pada ayat-ayat mengenai faiz, diterangkan bahwa kemenangan sejati adalah ketika kita mendapat pengampunan Allah dan memperoleh kenikmatan surgawi sebagai ganjaran ketaatan kepada Allah Swt.
M Quraish Shihab pada bukunya Membumikan Al-Quran (1994: 323) menguraikan, bagi orang munafik, keberuntungan adalah keuntungan material dan popularitas. Keberuntungan itu hanya dinikmatinya sendiri. Begitu pula keberuntungan orang lain bukan merupakan keberuntungan baginya.
Berbeda dengan petunjuk Al-Qur’an yang tidak mengaitkan keberuntungan dengan orang tertentu. Dan kalaupun dikaitkan, tidak ditujukan kepada individu perorangan melainkan kepada bentuk kolektif (al-faizin atau al-faizun).
Yang tidak kurang pentingnya adalah makna keberuntungan dari ayat-ayat yang berbicara tentang al-fauz dalam berbagai bentuknya itu (kecuali surat an-Nisa ayat 73), seluruhnya bermakna pengampunan Ilahi maupun kenikmatan surgawi, sebagai ganjaran ketaatan kepada Allah Swt.
Surat al-Hasyr ayat 20, yang artinya, “Penghuni surga adalah orang-orang yang beruntung (al-faizun).”
Surat Ali Imran ayat 185, yang artinya, “Barang siapa yang dijauhkan -walaupun sedikit- dari neraka, dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dia telah beruntung (faza).”
Beberapa amalan perlu dilaksanakan agar kita tergolong faizin, di antaranya beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan jiwa (Qs. at-Taubah: 20), sabar (Qs. al-Mukminun: 111), taat kepada Allah dan Rasul-Nya, memelihara diri dari segala macam dosa (Qs. an-Nuur: 52) dan beramal saleh (Qs. at-Taghabun: 9).
Setiap faizin akan meraih ganjaran yang menakjubkan, seperti lebih tinggi derajatnya di sisi Allah (Qs. at-Taubah: 20), mendapat rida Allah (Qs. at-Taubah: 72), kekal di surga (Qs. an-Nisa: 13) dan bermukim di tempat tinggal yang terbaik di dalam surga 'Adn (Qs. ash-Shaff: 12).
Saat Idul Fitri, berhati-hatilah menilai kemenangan diri. Jangan mengaku faizin bila kemenangan itu berupa pakaian baru, makanan lezat, perhiasan bagus, harta benda bertambah, rumah yang mengilap atau ketenaran melangit karena diliput berbagai media massa.
Bukan itu pertanda faizin!
Faizin itu bila sesudah menunaikan ibadah puasa kita meningkatkan kekuatan iman. Ketika dengan melalui Ramadan kita berhasil memoles diri menjadi manusia yang agung akhlaknya, di mana kita mampu bahagia di Idul Fitri dengan ikut membahagiakan saudara seiman lainnya. Kemenangannya menjadi luar biasa berkat keikhlasan tanpa embel-embel pujian.
Banyak orang bergembira ria meraih kemenangan, tapi belum tentu keberuntungan itu menjadikannya pemenang sejati. Sedangkan setiap faizin pasti dibalasi Allah dengan surga-Nya.
KOMENTAR ANDA