FOOD fight tentang dari mana cendol berasal dimulai ketika CNN Travel merilis artikel tentang cendol adalah makanan asli Singapura. Tak terima, warganet Malaysia ramai-ramai menulis bahwa cendol adalah makanan yang berakar dari budaya negara mereka.
Perdebatan tentang warisan kuliner antara Singapura dan Malaysia memang bukan hanya tentang cendol. Setidaknya ada tiga jenis makanan lain yang menjadi 'sengketa' yaitu nasi lemak, bak kut teh, dan chilli crab.
Di antara sekian banyak komentar, ada pula yang menyatakan bahwa cendol adalah asli Indonesia. Artinya, pertarungan sengit ini ternyata melibatkan lebih dari dua negara.
Menarik untuk menyimak perjalanan Ming Tan bersama tim On The Red Dot, sebuah program mingguan dari CNA yang mendokumentasikan kebudayaan masyarakat Singapura.
Dia melakukan penelusuran tentang cendol di Singapura, Malaysia, dan Indonesia.
Terbang ke Malaysia, Ming Tan menemui sejumlah pemilik kedai cendol. Mereka adalah generasi kedua dan ketiga yang berjualan cendol. Seorang pemilik kedai cendol memperlihatkan sebuah sertifikat yang berisi keterangan bahwa kedai cendolnya sudah ada sejak tahun 1938.
Ivan Behm, seorang praktisi kuliner di Malaysia mengatakan bahwa cendol dibawa oleh orang India ke Malaysia pada era 1900-an dengan nama "falooda" yang berasal dari makanan Persia "faloodeh". Falooda inilah yang menurut Ivan menjadi cikal bakal cendol.
Namun ketika Ming Tan dan Ivan menemui pemilik kedai cendol bernama Noordin Shariff, generasi ketiga dari kedai cendol yang berdiri sejak tahun 1930-an, dia mengatakan bahwa kakeknya belajar membuat cendol dari orang-orang Jawa yang tinggal di wilayah Lorong Jawa.
"Dari apa yang diberi tahu ayah saya, cendol berasal dari Jawa," kata Noordin.
Noordin bahkan membantah jika cendol berasal dari India karena menurutnya orang India tidak menyukai wangi pandan—yang jelas-jelas digunakan untuk mewarnai cendol menjadi hijau.
Serat Centhini
Tiba di Jakarta, Ming Tan menemui pakar kuliner William Wongso. Sang pakar pernah menulis artikel berjudul Don't Panic: Indonesian 'Cendol' Different from Singaporean 'Cendol' merespons daftar 50 of The World's Best Desserts CNN yang menyebut cendol dari Singapura.
Di rumah chef yang pernah 'bertarung' membuat rendang dengan Gordon Ramsay itu, Ming Tan disuguhi es cendol ala William yang khas Indonesia.
Menurut William, cendol yang juga dikenal dengan nama "dawet" sudah disebutkan dalam Serat Centhini yang ditulis sejak tahun 1814.
Seperti diketahui, Serat Centhini adalah salah satu karya kesusastraan Jawa terbesar yang juga disebut Ensiklopedia Kebudayaan Jawa yang menuliskan tentang pengetahuan dan ajaran mulia masyarakat Jawa.
Kemudian di tahun 1866, cara pembuatan tjendol alias dawet dimuat dalam Dutch East Indies Cook Book. Inilah bukti tertulis bahwa cendol telah menjadi bagian dari kehidupan rakyat Indonesia sejak 400 tahun silam.
Ming Tan menuntaskan pencariannya dengan mengunjungi Fadly Rahman, seorang sejarawan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.
"Kita bisa melacaknya ke manuskrip kuno Jawa di era Kerajaan Kediri di Jawa Timur yaitu Kakawin Kresnayana yang ditulis Mpu Triguna di abad ke-12. Di sana tertulis bahwa cendol sudah digunakan dalam sejumlah upacara (ritual) seperti dodo dawet (jualan cendol) di acara pernikahan para bangsawan kerajaan di tahun 1800-an dan upacara tujuh bulan kehamilan," ungkap Fadly.
Kata "tjendol" juga ada di kamus Bahasa Belanda yang terbit tahun 1869 yang menunjukkannya sebagai makanan masyarakat Jawa.
Menutup perjalanannya, Ming Tan menemui Rezal Ahmad Yunos, pemilik Geylang Serai Cendol yang disebut-sebut kedai cendol tertua di Singapura. Kedai itu sudah menjual cendol sejak tahun 1910.
Meski resep cendol yang diturunkan dari generasi ke generasi sudah ada sejak lama, Rezal meragukan cendol adalah makanan asli Singapura. Yang dia tahu, teknik pembuatannya berasal dari Jawa.
"Tertulis di kitab kuno Jawa dan buku resep, menjadi agenda penting dalam upacara pernikahan, juga masuk dalam kamus Bahasa Belanda, cendol jelas-jelas milik Indonesia," pungkas Ming Tan.
KOMENTAR ANDA