Ilustrasi anak dengan asma menggunakan inhaler SABA/Net
Ilustrasi anak dengan asma menggunakan inhaler SABA/Net
KOMENTAR

ASMA adalah suatu penyakit saluran napas yang bisa menyerang siapapun, termasuk anak-anak. Kondisi ini ditandai oleh tiga hal, yaitu menciutnya saluran napas, pembengkakan selaput lender saluran napas, dan pengeluaran lender yang berlebihan. Ketiga hal tersebut akan memicu terjadinya penyempitan saluran napas.

Asma yang terjadi pada anak memiliki gejala yang berbeda dengan orang dewasa, terutama dari konsistensi gejala yang dirasakan. Biasanya, orang dewasa akan mengalami gejala asma lebih konsisten, sehingga terkadang memerlukan pengobatan harian untuk meredakannya.

Sementara itu, gejala asma yang dialami oleh anak cenderung tidak teratur. Namun, baik pada orang dewasa maupun anak, asma dapat memicu sesak.

Stop ketergantungan SABA

Sejauh ini, pasien asma di Indonesia masih banyak menggunakan pelega golongan short acting beta anonists atau SABA. Pilihan itu banyak diambil karena harganya yang lebih murah dibandingkan obat pengontrol. Padahal, terlalu sering menggunakan SABA justru meningkatkan risiko terjadinya serangan asma serta menurunkan kualitas hidup penderitanya.

Penderita sebenarnya dianjurkan menggunakan obat pengontrol asma yang mengandung anti-radang, yaitu kortikosteroid inhalasi (ICS) dibandingkan pelega golongan SABA.

“Pertama, inhaler SABA harganya lebih murah dibandingkan obat pengontrol yang memang harganya cukup mahal. Kedua, pasien asma yang menggunakan SABA mereasa dirinya baik-baik saja atau sudah sembuh, padahal itu tidak mengobati penyakit dasarnya,” kata dokter spesialis paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Mohamad Yanuar Fajar, dalam bincang-bincang “Stop Ketergantungan: Inhaler Tepat, Redakan Asma”, di kantor AstraZeneca Indonesia, Rabu (10/5).

Laporan strategi Global Initiative for Asthma (GINA) tahun 2019-2022 menunjukkan penggunaan inhaler SABA secara rutin, bahkan hanya dalam 1-2 minggu, justru kurang efektif. Hal ini dapat menyebabkan lebih banyak peradangan pada saluran napas, serta mendorong kebiasaan buruk penggunaan secara berlebihan.

Kampanye stop ketergantungan SABA

Pemerintah terus berupaya meningkatkan kesehatan masyarakat melalui pendekatan kebiasaan hidup. Kampanye “Stop Ketergantungan” merupakan langkah penting untuk meningkatkan kesadaran dan kualitas hidup yang sehat bagi penderita asma.

Kampanye ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat, khususnya penderita asma, dan tenaga kesehatan mengenai penyakit asma dan penanganan yang tepat untuk penyakit ini. Penggunaan inhaler dan pengobatan asma yang benar menjadi fokus kampanye.

Sementara itu, selebritas sekaligus orang tua dari anak penderita asma Zaskia Adya Mecca, menuturkan, sulit bagi penderita asma untuk konsisten menjalani pengobatan. Adanya dorongan dengan kampanye “Stop Ketergantungan” dinilai sangat penting bagi penderita asma.

“Saya menyaksikan sendiri, ketika Kaba tidak lagi bergantung pada inhaler SABA sejak dua bulan terakhir ini dan melakukan konsultasi rutin serta perawatan dengan ICS. Kondisinya berubah secara signifikan, dan itu terlihat dari menurunnya gejala dan serangan yang terjadi,” demikian Zaskia.




Hindari Cedera, Perhatikan 5 Cara Berlari yang Benar

Sebelumnya

Benarkah Mengonsumsi Terlalu Banyak Seafood Bisa Berdampak Buruk bagi Kesehatan?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Health