Ilustrasi perempuan mandiri/Net
Ilustrasi perempuan mandiri/Net
KOMENTAR

KATA berdikari, yang merupakan singkatan dari berdiri di atas kaki sendiri, adalah salah satu jargon yang gencar dikampanyekan presiden pertama Indonesia, Soekarno. Dengan semangat berdikari, Bung Karno memimpikan kemandirian rakyat Indonesia agar menjadi bangsa yang tangguh, berwibawa, dihormati dan menahbiskan diri sebagai tuan di negaranya sendiri. 

Semangat perempuan berdikari patut diancungi jempol, mengingat dalam kondisi sekarang posisi wanita Indonesia memang membutuhkan kewibawaan di atas kekuatan dirinya sendiri. Di atas kakinya sendiri, perempuan Indonesia akan disegani atas kemandirian sikap hidupnya. 

Tema berdikari ini tidak ada hubungannya dengan aroma politik, melainkan upaya mengembalikan kepercayaan diri untuk menjadi perempuan Indonesia yang tangguh. Karena sejak dulu perempuan Nusantara diakui sebagai srikandi-srikandi yang mandiri.

Lantas, sepenting apa sih berdikari bagi kaum hawa?

Pada buku The Art of Happiness (2000: 200), Khalil A. Khavari menyatakan berdikari adalah kearifan yang luhur. Hidup berdikari adalah sebentuk kebebasan yang penting, memimpin hidup Anda, dan siap menikmati hadiah-hadiah atas segala jerih payah. Hidup berdikari sungguh membebaskan dan menggembirakan, karena bersandar pada diri sendiri.

Tidak zamannya lagi wanita disebut-sebut sebagai aktor, tapi bersembunyi di belakang layar, atau sekadar pelengkap kebesaran seorang pria, atau malahan menumpang di bawah payung keagungan lelaki. Kepercayaan diri akan menjadi modal utama untuk memformulasikan diri sebagai sosok perempuan berdikari.

Kita harus yakin, bahwa Tuhan memberikan potensi diri yang lengkap untuk menjadi diri sendiri, jangan pernah berpikir perempuan hanyalah sosok cemerlang, tapi di bawah bayang-bayang lelaki. Dengan berdikari, tingkat kepuasan dan kebahagiaan akan lebih besar ketimbang kemenangan dari tangan kuat orang lain. 

Cermatilah filosofi dua kaki, yang dengan gagahnya menopang puluhan kilogram berat badan, tetapi sepasang kaki itu menampilkan kekuatan, keseimbangan, kelenturan dan kedinamisan yang mengagumkan. Dengan amat terbiasa kita mengagumi tubuh seseorang dengan memulai pandangan dari bagian paling atas, dan terkadang melupakan penyangga yang demikian hebatnya, yakni kedua kaki. 

Dan lebih menakjubkan lagi, untuk berdiri di atas kaki sendiri kita telah berlatih sejak kecil, dengan berulangkali terjatuh, tapi tak pernah menyerah untuk bangkit kembali. Itu artinya, perempuan perlu terus berlatih dan berjuang keras untuk tegak di atas kakinya sendiri, untuk menjadi berdikari meski jatuh berkali-kali.

Pembentukan mental berdikari sebetulnya sangat potensial dimulai sejak usia dini. Dan ada kok nilai lebih yang membuat perempuan lebih unggul.

Akram Misbah Utsman dalam buku 25 Kiat Membentuk Anak Hebat (2005: 55) menjelaskan, anak perempuan lebih mampu berdikari dibanding anak laki-laki. Sedangkan anak laki-laki lebih mampu memiliki sikap yang merdeka dibanding anak perempuan.

Dalam pengaruh budaya patriarki yang memperketat ruang gerak perempuan untuk menentukan sikap hidupnya, membuat semangat berdikari perempuan sering tersandung tembok penghalang. Allah telah memberikan anugerah potensi yang memungkinkan setiap hamba-Nya berdiri di atas kaki sendiri, tetapi manusia memberi belenggu hingga kaki itu goyah lalu terbiasa bergelayut pada sosok lain.

Demikian pula hendaknya potensi perempuan lebih dioptimalkan, karena sejak masa kanak-kanak kaum hawa memiliki kelebihan untuk berdikari. Janganlah potensi emas itu dikubur, sehingga menghambat perkembangan mereka. 

Muhammad Shidiq Hasan Khan dalam Ensiklopedia Hadis Sahih (2009: 487) mengungkapkan: Abu Hurairah menceritakan bahwa Nabi Saw bersabda:

Siapa yang memiliki tiga anak perempuan, kemudian ia bersabar atas kesusahan, kesempitan hidup, suka dan duka mereka maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga lantaran kasih sayangnya kepada mereka.” 

Seorang pria bertanya, “Apakah dua anak perempuan juga, ya Rasulullah?” 

Rasulullah menjawab, “Ya, begitu juga dua anak perempuan.” 

Seorang pria bertanya, “Apakah satu anak juga, Rasulullah?” 

Rasulullah menjawab, “Ya, begitu juga satu anak perempuan.” (HR. Al-Hakim)

Hadis Nabi Muhammad tersebut mengandung pesan-pesan moril, bahwasanya sejak masa kanak-kanak seorang perempuan perlu dididik menjadi berdikari, dengan cara membimbing mereka secara penuh kesabaran dan juga limpahan kasih sayang. Cara-cara yang lembut itulah yang diharapkan membangun mental berdikari semenjak usia dini.

Terpujilah siapapun yang bersabar membimbing tiga atau dua anak perempuan, bahkan satu orang anak perempuan pun demikian mulia kedudukannya. Hendaknya pesan Nabi Muhammad menyadarkan kita semua segera menyadari untuk membuka ruang lebih luas sesuai dengan hak perempuan untuk menemukan kekuatan diri dalam berdikari. 

Sayangnya, kearifan memberi kebebasan bagi perempuan untuk berdikari masih menjadi masalah pelik, mengingat adanya segelintir pihak dihinggapi perasaan takut tersaingi dengan kejayaan wanita, khawatir melihat kaum hawa mampu menerobos kecemerlangan yang boleh jadi melampaui prediksi keawaman. 

Dengan berdikari, perempuan akan lebih berpeluang menjadi dirinya sendiri dan membuktikan kiprah mulia di berbagai lini kehidupan. Oleh sebab itu, kesadaran dari dalam sanubari perempuan itu sendiri sangat menentukan dalam kesuksesan episode berdikari tersebut.

Terlebih sejarah dunia juga ditorehkan oleh deretan perempuan yang bermodalkan kemampuan berdikari, sehingga mampu membuktikan eksistensi menawan di peradaban nan agung. Siapa yang menyusul berikutnya?




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur