JODOH adalah rahasia Tuhan. Itu kiranya yang menyebabkan dua orang bisa saling jatuh hati. Perbedaan ras, suku, stratas sosial ekonomi, juga usia, seringkali tidak menjadi hambatan.
Namun setiap mahligai rumah tangga memang tampak indah pada awalnya. Dan semakin panjang usia pernikahan, tidak lantas menjadikannya lebih mudah untuk dijalani.
Ada teori yang menyatakan, ketika suami istri berhasil melewati lima tahun pertama pernikahan dengan baik, maka selebihnya akan berjalan lancar.
Kenyataannya, banyak pasangan yang sepakat berpisah ketika usia pernikahan mereka memasuki 10 tahun bahkan ada yang lebih dari dua dasawarsa. Masa tua yang seharusnya diisi dengan menikmati hidup berdua, justru berakhir dengan berjalan ke arah berbeda.
Salah satu yang kerap dipandang sebagai hambatan dalam pernikahan adalah perbedaan usia yang terlalu jauh (10 tahun atau lebih).
Apa saja tantangan yang dihadapi?
Pasangan beda generasi memang rentan menghadapi konflik yang berkaitan dengan perkembangan psikologi dan sosial. Harapan, tuntutan, juga peran yang dijalankan suami dan istri di lingkungan sosial bisa jadi sangat berbeda.
Contohnya ketika suami berusia 40-65 tahun, bisa dikatakan perkembangan emosinya telah matang. Dia cenderung mencari kehidupan yang lebih tenang dan stabil. Kehidupan profesionalnya juga telah mapan.
Sementara istrinya yang berusia 20-30 tahun masih memiliki jiwa muda yang ingin mengeksplorasi berbagai hal dan cenderung bersikap spontan. Dia seringkali belum mampu mengelola emosi dengan baik serta belum memiliki sudut pandang yang luas dan mendalam tentang banyak hal.
Secara pemikiran, tantangannya adalah perbedaan zaman. Bagaimana masa kecil dan remaja dihabiskan dengan gaya hidup yang berbeda terlebih jika gaya pengasuhan orang tua juga berbeda. Misalnya saja, hal yang dulu dianggap tabu atau kurang pantas, tetapi bagi pasangan yang berusia jauh lebih muda, hal itu menjadi lumrah untuk dilakukan.
Pun secara fisik, jika perempuan berusia jauh lebih tua dibandingkan suami, maka ada saatnya istri sudah menjelang menopause dan gairah mulai berkurang, sementara kondisi fisik suaminya masih penuh stamina. Atau sebaliknya, bisa saja ketika gairah istri yang berusia jauh lebih muda masih membara, sang suami yang terpaut usia lebih dari 10 tahun justru mulai sakit-sakitan.
Benarkah mustahil untuk langgeng?
Pernikahan pasangan yang terpaut usia 10 tahun lebih sama dengan pernikahan lainnya, bisa berjalan sakinah mawaddah warahmah asalkan suami dan istri sama-sama memperjuangkannya.
Karena bagaimanapun juga, perbedaan generasi bisa menjadi sebuah keuntungan-tidak melulu berarti buruk.
Yang paling penting adalah mengenali masalah psikologis dan tuntutan sosial pasangan kita.
Suami dan istri terbuka dengan perasaan masing-masing, harapan, bentuk komitmen, dan bahasa cinta, juga kekhawatiran yang muncul dalam benak mereka.
Dengan saling memahami, suami dan istri akan lebih mampu menerima perilaku pasangannya. Artinya, jika yang dilakukan pasangan bukan pelanggaran nilai agama atau nilai moral, maka tak perlu diributkan.
Pernikahan adalah tentang take and give. Artinya tidak boleh hanya satu pihak yang terus mengalah. Pada akhirnya, ada hal-hal yang memang lebih sesuai dengan pendapat istri sedangkan sejumlah hal lainnya mengikuti kondisi suami.
Lihatlah keindahannya. Perbedaan sudut pandang dijadikan tantangan yang mengasyikkan untuk ditaklukkan. Jangan dijadikan monster yang menakutkan.
Tapi jika ada masalah prinsip yang tidak bisa diamini bersama, dan salah satu enggan berubah menjadi sosok yang lebih baik, maka masalah dalam pernikahan itu bukan disebabkan perbedaan usia yang mencolok.
Ada hal lebih mendalam yang menjadi penyebabnya. Dan sudah seharusnya kita berikhtiar sekuat tenaga untuk menjaga janji suci agar tak terkoyak. Hasil akhirnya, biarlah Sang Pencipta yang menentukan.
KOMENTAR ANDA