Ilustrasi sakit saat menstruasi/Net
Ilustrasi sakit saat menstruasi/Net
KOMENTAR

PENGETAHUAN mengenai kesehatan reproduksi merupakan pengetahuan dasar yang harus dipahami oleh remaja, bahkan sejak dini. Masa remaja merupakan transisi dari kanak-kanak menuju dewasa. Artinya, secara fisik remaja telah dapat bereproduksi, namun secara psikologis, sosial, dan ekonomi, mereka belum siap memiliki anak dan membangun keluarga.

Edukasi ini dianggap penting untuk mencegak kehamilan di usia dini. Karena, hamil di usia remaja berisiko melahirkan bayi prematur dan berat badan lahir rendah, yang berkaitan erat dengan risiko stunting.

Salah satu penyebab kesehatan reproduksi sering dianggap tabu, karena hanya dikaitkan dengan masalah hubungan seksual. Padahal, kesehatan reproduksi memiliki ruang lingkup yang luas, seperti system reproduksi, fungsi dan prosesnya, termasuk edukasi menstruasi, penyakit menular seksual, dan sebagainya.

Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan kesadaran dan komitmen bersama untuk pemenuhan hak anak atas kesehatan reproduksi, khususnya kebersihan menstruasi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak (KemenPPPA) berkolaborasi dengan sejumlah stakeholdres menyelenggarakan Kampanye Edukasi dan Promosi Kesehatan Reproduksi bagi Anak dan Remaja, sekaligus puncak acara Menstrual Hygiene Day atau Hari Kebersihan Menstruasi Tahun 2023, dengan tema #WeAre committed to Reproductive Health for Every Child.

“Hingga saat ini, masih banyak anak perempuan yang kehilangan waktu belajar akibat menstruasi. Survei UNICEF pada 2018 menunjukkan 1 dari 6 siswa perempuan tidak masuk sekolah pada saat menstruasi,” ujar Menteri PPPA Bintang Puspayoga saat membuka acara secara daring, Senin (29/5).

Padahal, lanjut Bintang, hak kesehatan reproduksi menjadi penting terkait dengan pengembangan fisik, kepribadian, ketahanan diri anak untuk bisa menghindari penyakit yang bisa ditimbulkan, seperti penyakit menular seksual dan bisa mencegah bahaya infertilitas.

Oleh sebab itu, selain orang tua, peran pemerintah, satuan pendidikan, dunia usaha, media, dan peer grup yang harus memiliki pengetahuan cukup tentang kesehatan reproduksi, sehingga mampu mendampingi perkembangan reproduksi anak.

Nah Ayah Bunda, ada baiknya kini mulai mencari cara untuk memberikan atau mengedukasi anak tentang kesehatan reproduksi. Banyak literasi yang Ayah Bunda bisa gunakan untuk menjelaskan hal tersebut, dengan bahasa anak, sehingga tidak lagi terkesan tabu.




Gunung Lewotobi Kembali Meletus Disertai Gemuruh, Warga Diimbau Tetap Tenang dan Waspada

Sebelumnya

Timnas Indonesia Raih Kemenangan 2-0 atas Arab Saudi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News