KOMENTAR

SETIAP perkataan dan perintah yang diucapkan oleh Rasulullah sejatinya mengandung hikmah besar yang kerap tak 'terbaca' oleh umatnya.

Seperti dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku." (HR Tirmidzi)

Mengapa Rasulullah tidak mengatakan "yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap masyarakat" atau "yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik dalam memberikan tausiah agama" atau "yang terbaik di antara kalian adalah yang paling terampil dalam pekerjaannya"?

Bukan tanpa alasan Nabi Muhammad mengatakan bahwa "sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya" adalah karena di dalam rumah, bersama keluarga, itulah saat kita menjadi diri sendiri.

Di luar rumah, kita dengan mudah bisa menciptakan citra diri sebagai manusia baik-baik. Kita bisa tersenyum saat bertemu rekan kerja, kita bisa berkata sopan kepada pelayan di restoran, atau kita bisa mengangguk setuju saat atasan memberikan perintah kepada kita.

Karena kita tahu, jika kita tidak pandai membawa diri, jika kita tidak bisa mengendalikan emosi, dan jika kita memperlakukan orang lain dengan buruk, maka kita akan segera merasakan akibatnya.

Kita bisa dipecat dari pekerjaan. Kita bisa dikeluarkan dari kampus. Kita bisa dicabut keanggotaannya dari sebuah organisasi atau komunitas. Belum lagi bermacam sanksi sosial lainnya. Terlebih di zaman teknologi informasi ini, kita bakal dibuat pusing menghadapi serbuan komentar buruk dari warganet.

Berbeda dengan ketika kita berada di rumah. Kita menjadi diri sendiri, dengan segala karakter kita yang baik maupun buruk. Jika kita menyakiti hati kakak, dia tetaplah kakak kita sampai kapan pun. Dan kakak biasanya akan memaafkan adiknya.

Demikian pula jika kita kerap berbuat nakal atau berbuat salah hingga ibu seringkali memarahi kita. Tapi apakah kasih sayang ibu berkurang pada kita? Tidak. Baginya, kita tetaplah buah hati tercintanya.

Misalkan saja seorang kepala keluarga yang dikenal supel bergaul di lingkungan sekitar, royal kepada rekan kerja, dan tidak sungkan memberi bantuan kepada orang lain. Tapi ternyata di rumah, dia bisa menjadi sosok yang berbeda 180 derajat. Dia pemarah terhadap istri dan anak-anaknya, pemalas, dan pelit.

Atau seorang istri yang di luar rumah selalu tampil modis, sabar menghadapi anak, dan selalu menggandeng tangan suami saat berjalan-jalan di mal atau saat di pesta, 'menghilang' keramahannya saat di rumah. Nyatanya ia kerap membentak anak-anaknya, cuek terhadap kebutuhan suami, dan berpenampilan kusut dengan wajah cemberut.

Maka ketika seseorang mampu menghadirkan versi terbaik dirinya di rumah dan memperlakukan keluarganya dengan penuh cinta kasih, itulah manusia terbaik. Kebaikannya tulus dan ikhlas tanpa mesti terlihat orang lain.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur