KELIHATANNYA saja sepele tatkala melihat seseorang memakai kuas saat mengoles kue. Setelah itu, kita menyantapnya dengan penuh kenikmatan. Sepertinya tidak ada yang perlu dicemaskan dari proses tersebut.
Dalam mengolah kue kering misalnya, seringkali kuas digunakan untuk mengoles mentega. Giliran heboh-heboh bristle yang berbahan bulu babi, barulah orang terperanjat. Kok bisa ya?
Ya, bisa saja. Bukankah bulu babi itu bahan baku yang sangat murah harganya. Dengan menggunakan bulu babi, pengusaha bristle sudah melakukan upaya penghematan yang menakjubkan.
Namun penting diingat, meski itu hanyalah dioleskan dari kuas bulu babi, tetap saja makanan itu menjadi haram. Konsumen muslim perlu ekstra waspada dan tidak meremehkan fenomena begini.
Ariani dalam bukunya Pengetahuan Bahan Makanan dan Minuman Seri: Babi dan Khamar (2015: 66-67) menjelaskan, kuas untuk mengoles bahan kue ada yang terbuat dari plastik dan ada pula yang terbuat dari bulu binatang. Sedangkan bulu yang paling mungkin untuk digunakan untuk ini adalah bulu babi. Sehingga otomatis kue yang diolesi menggunakan kuas tersebut tercemar dengan najis Mughallazah dan haram hukumnya untuk dimakan.
Tidak ada lagi pembenaran atas pemakaian bristle dari bulu babi, karena namanya babi dan segenap unsurnya tergolong najis yang berat. Sedikit atau pun banyak, tetap saja terlarang. Tidak boleh beralibi dengan alasan toh cuma dioleskan doang, dan tidak bisa beralasan hanya bulunya saja, karena yang haram bukan hanya daging babi melainkan seluruh unsur tubuhnya.
Anna Priangani Roswiem pada Buku Saku Produk Halal; Makanan dan Minuman (2015: 83) dijelaskan, hog bristle adalah istilah untuk kuas yang terbuat dari bulu babi. Dalam pembuatan pangan, kuas sering digunakan sebagai bahan penolong proses, seperti untuk mengoleskan kuning telur di atas kue kering atau rerotian, mengoleskan bumbu, mentega, atau minyak di atas makanan (ayam, ikan, daging, dan lain-lain) yang dibakar.
Walaupun semua bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan makanan itu halal, tetapi bila dalam proses pembuatannya digunakan kuas yang berasal dari bulu babi, maka tetap saja makanan tadi menjadi haram.
Halal atau pun haram itu sudah sangat jelas. Oleh sebab itu, sebagai muslim yang taat hendaknya memelihara diri dari kemurkaan Allah. Meski makanan hanya terkontaminasi najis melalui pengolesan, maka makanan yang terkena olehnya tetap saja haram.
Titis Sari Kusuma, dkk dalam buku Manajemen Sistem Penjaminan Produk Halal Instalasi Gizi Rumah Sakit (2023: 61) mengungkapkan, bahan baku kuas bisa berasal dari bulu binatang, plastik polyester, dan dari bahan nabati. Umumnya berasal dari bulu binatang dan plastik polyester. Bahan yang paling sering dipakai adalah bulu binatang, terutama bulu babi. Kuas bulu babi biasanya pada gagang kuas dilengkapi dengan tulisan “bristle”.
Sejauh ini bristle atau kuas berbahan baku bulu babi itu ditempeli tulisan boar bristle atau pig/boar hair. Kuas itu lebih populer dengan istilah bristle yang kalau ditelusuri maknanya adalah pig hair atau bulu babi.
Namun, mengandalkan istilah tersebut juga tidak benar-benar mencukupi untuk rasa aman. Konsumen bisa melakukan cara berbeda untuk menguji bahan kuas kue tersebut.
Ariani (2015: 67-68) menguraikan, berdasarkan hasil survei Tim Jurnal Halal LPOM MUI, maka untuk membedakan apakah bulu kuas yang kita pergunakan berasal dari bulu/rambut babi atau yang lain, dilakukan dengan cara yang sangat mudah dan sederhana.
Bulu binatang mengandung suatu protein yang disebut keratin, yaitu salah satu kelompok protein yang dikenal sebagai protein serat. Sebagaimana halnya protein, maka rambut/bulu yang mengandung keratin saat dibakar akan menimbulkan bau yang khas.
Bau khas tersebut sama ketika kita mencium aroma daging yang dipanggang. Sementara bila kuas itu terbuat dari ijuk, sabut, atau plastik, maka pasti tidak akan mengeluarkan aroma spesifik selain bau abu pembakaran.
Ketika dibandingkan dengan sapu ijuk yang dibakar, jelas sekali terdapat perbedaan bau yang sangat kentara.
Hal ini penting dilakukan dalam rangka menjaga kepatuhan terhadap standar halal. Cara ini memastikan produk yang kita gunakan sesuai dengan nilai-nilai agama. Dengan kesadaran akan cara yang sederhana ini, kita dapat membuat pilihan yang bijak, memastikan bahwa apa yang kita gunakan sehari-hari sesuai dengan kepercayaan dan kebutuhan.
Tidak ada yang menghalangi umat Islam untuk menikmati kue dan berbagai makanan lainnya. Tentu yang wajib ditaati adalah kehalalan bahan dan juga peralatan dalam prosesnya. Kuas kue tidak dapat disepelekan, apalagi kalau berbahan dari bulu babi. Sangat penting untuk dihindari.
KOMENTAR ANDA